WASHINGTON–Amerika Serikat menyatakan siap menghapus Sudan dari daftar negara-negara yang mendukung terorisme, Rabu (07/11/2018). Namun dengan syarat bahwa pemerintah Sudan akan melakukan reformasi lebih lanjut.
Departemen Luar Negeri AS menyeru pemerintah Sudan bekerja sama dengan negaranya untuk memerangi “teroris” dan memperbaiki cacatan hak asasi manusia di Negara itu.
Pemerintahan Presiden Donald Trump mencabut sanksi yang dijatuhkan pada Sudan selama beberapa dekade pada tahun lalu. Namun, AS masih melarang investasi di Sudan karena AS masih memasukan Sudan dalam daftar Negara sponsor “terorisme”.
BACA JUGA: Muslim Amerika Galang Dana untuk Korban Penembakan di Sinagog Pittsburgh
Departemen Luar Negeri AS mengatakan, Wakil Menteri Luar Negeri John Salivan membahas masalah-masalah yang menjadi perhatian saat bertemu dengan Menteri Luar Negeri Sudan Dardari Ahmed pada Selasa lalu di Washington.
“Amerika Serikat menyambut komitmen Sudan untuk kemajuan pada isu-isu kunci,” kata pernyataan Deplu AS.
Pernyataan itu menambahkan, AS siap mencabut Sudan dari daftar Negara “sponsor terorisme” dengan syarat negara itu bertekad memenuhi semua standar hukum yang relevan. Syarat lainnya, Sudan juga harus membuat kemajuan menangani enam masalah utama yang menjadi perhatian bersama.
Selain kerjasama dalam perang melawan terorisme dan hak asasi manusia, Amerika Serikat juga meminta Sudan untuk bergerak maju dalam menyelesaikan perselisihan internalnya, termasuk memungkinkan akses bagi organisasi bantuan ke Negara itu.
“AS juga meminta Sudan kembali bekerja sama dalam hal-hal terkait masalah terorisme yang menggantung,” imbuh pernyataan tersebut.
BACA JUGA: Raquel, Polisi Detroit Amerika, Masuk Islam Karena Peristiwa 9/11
Meskipun ada hubungan yang tegang, Sudan bekerja dengan Amerika Serikat pada isu-isu kunci termasuk penanganan kerusuhan di negara tetangga Libya.
Amerika Serikat memasukkan Sudan ke daftar Negara sponsor terorisme pada 1993. Washington menuduh Negara Afrika itu melindungi pemimpin organisasi Al-Qaidah, Usamah bin Ladin. Saat itu, Sudan dipimpin Umar Bashir, yang dianggap radikal oleh Barat.
Namun pada 2011, hubungan AS dan Sudan mulai membaik. AS kembali menjalin komunikasi untuk menangani kasus pemberontakan di Sudan selatan. []
SUMBER: AFP