Oleh: M Hamka Syaifudin
Pelajar di Hidayatullah Batam
DALAM sebuah hadits Rasululllah saw bersabda, “Sesungguhnya di dalam tubuh ada segumpal darah, jika ia baik maka baiklah seluruh tubuh. Jika ia buruk maka rusaklah seluruh tubuh. Ketahuilah, ia adalah qalb(hati).” (HR.Bukhari-Muslim)
Wahai saudaraku
Mengapa saya mengangkat hadits diatas untuk membuka tulisan ini? Alasannya sederhana yakni jika ketika ingin berbicara tentang motivasi maka sasaran empuknya adalah hati.
Hati yang kadang selalu bahagia, selalu ceria dan menebar berbagai kemanfaatan bagi orang lain. Namun ketika hati itu sedang dalam keadaan kritis maka kehidupan akan penuh dengan kegelisahan. Selalu memandang orang lain sebagai musuh dan terkadang ia menjadi aktor ulung di barisan pertama untuk menyakiti hati orang lain.
BACA JUGA: Beri Semangat, KRU Upin Ipin akan Kunjungi Palu dan Lombok
Dalam hadits juga rasulullah juga mengingatkan pada kita bahwa hati itu selalu berbolak-balik. Maka kita harus senantiasa meminta kepada Allah agar dapat memberikan kita kekuatan membawa hati ini selalu kepada jalan ketaatan.
Ketika kita ingin menyelam di dalam sebuah kehidupan nyata, di sana pasti kita temukan berbagai macam polemik kehidupan yang menuntut kita untuk selalu menerimanya. Di sanalah kita akan diuji kekuatan dan kebesaran hati yang sebenarnya, di sanalah kita diuji seberapa jauh kedalaman hatinya, dan seberapa luas kita melapangkan dada untuk menerimanya.
Dalam sebuah buku berjudul Al-Quwwah Ar Ruhiah yang ditulis oleh N. Faqih Syarif H mengatakan, menurut An Nabhanny ada tiga hal yang menjadi pendorong utama seseorang dalam menjalani aktivitasnya.
Al Quwwah Al Madiyyah
Ini adalah dorongan semangat yang dibangun atas dasar mengharapkan imbalan/materi.
Dorongan ini memotivasi manusia dengan janji-janji yang bersifat materi, seperti kenaikan Gaji, peningkatan bonus, hadiah mobil maupun kesempatan untuk melakukan perjalanan keluar negeri.
Motivasi seperti ini tidak akan bertahan lama sebab suatu saat ia pasti akan drop dan loyo jika keinginan yang di dambakan tidak terpenuhi. Bila mana keinginannya tidak terpenuhi maka hati itulah yang terkena imbas. Keadaan hati akan menjadi gundah gulana, pekerjaan yang lain pun dapat dipastikan akan ikut terbengkalai.
Maka dengan demikian motivasi seperti ini tidak bisa dijadikan landasan untuk membangun ketentraman hati.
Firman Allah SWT. “Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati agar kamu bersyukur.” (An Nahl:78)
Al Quwwah Al Ma’nawiyah
Dorongan ini berbeda jauh dengan yang sebelumnya, dapat dipastikan dorongan ini lebih kuat dan efektif sebab dorongan ini lebih condong kepada emosi dan perasaan.
Di saat keadaan jiwanya berubah maka ia begitu semangat dalam berkarya, ia akan menjadi agent utama sebagai pelopor perubahan (change). Ia lebih mengedepankan perasaan, ia sedih bila melihat orang- orang di sekitarnya berada dalam kesengsaraan, ia miris melihat orang di sekitarnya jauh dari ketaatan kepada Allah.
BACA JUGA: Undang Prabowo-Sandi, Ijtima Ulama II Usung Semangat Ganti Presiden
Ia risau melihat kondisi alam dan masyarakat yang enggan bersahabat, namun ketika kondisi jiwanya berubah lagi maka ia akan menjadi orang yang tak mau tahu (cuek), ia akan menjadi orang yang mementingkan ambisinya diatas oranglain atau biasa di sebut loe loe gue gue.
Maka penting bagi kita untuk mempertahankan jiwa dan hati ketika ia dalam ketaatan. Dan membimbingny selalui untuk semata-mata mencari ridho Allah SWT.
Firman Allah SWT, “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib dan keadaan suatu kaum sehingga mereka sendiri yang merubahnya.” (Ar Ra’d :11)
Al Quwwah Ar Ruhiyyah
Jika di bandingkan dengan yang sebelumnya, maka dorongan inilah yang lebih kuat, efektif, tahan lama dan jangka panjang.
Dorongan ini lahir atas kesadaran sendiri dan semata-mata mengaharap ridha Allah swt. Dorongan ini lahir karena buah keimanan yang di pupuk dan di pelihara. Sebuah dorongan yang tak akan koyak karena apapun rintangan yang di hadapinya. Sebuah prinsip yang di bangun atas dasar ketakwaan (menjalankan yang di perintahkan Allah serta menjauhi yang di larang Nya).
Karenanya seseorang muslim wajib untuk tetap berpegang teguh terhadap apa yang sampaikan oleh Allah dan Rasulullah kepadanya. Sebuah kebenaran yang datang atas dasar wahyu yang mutlak kebenarannya, oleh sebab itu ketika hendak membangun sebuah dorongan maka harus mempunyai landasan yang tepat agar di kemudian hari terjadi rintangan yang dihadapi ia mampu untuk menyelesaikannya.
Ia tetap kembali mencari solusinya kepada kebenaran Al Qur’an itu. Sebab landasan orang yang beriman selalu menjadikan Alquran sebagai solution in the life.
Firman Allah SWT “Alqur’an ini adalah pedoman bagi manusia, petunujk dan rahmat bagi seluruh alam.” (QS. Al Jatsiyah: 20).
Dari ketiga pendorong kekuatan diatas dapat di simpulkan bahwa ketika dalam kehidupan ini kita melakuakan suatu aktivitas yang hanya bertujuan untuk mengejar materi, jabatan maupun janji-janji, maka arti dari pengorbana kita adalah paling hina dan tidak akan di nilai oleh Allah SWT.
BACA JUGA: Semangat Tiba-tiba Hilang, Bagaimana Cara Mengatasinya?
Memang benar adanya jika kita mendapatkan janji itu tetapi bila semua itu sirna dan hanya seabagai fatamorgana maka akibat darinya hanyalah penyesalan dan kerugian semata.
Sebagai orang yang beriman harus senantiasa memasang niat yang betul-betul murni untuk beribadah kepada Allah SWT.
Firman Allah SWT, “Katakanlah: sesungguhnya sembahyangku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah milik Allah, Tuhan semesta alam.” (QS. Al An ‘am:162). []
Kirim RENUNGAN Anda lewat imel ke: redaksi@islampos.com, paling banyak dua (2) halaman MS Word. Sertakan biodata singkat dan foto diri. Isi dari OPINI di luar tanggung jawab redaksi Islampos.