KOMANDAN Brigade III Damarwulan, Letkol Mochammad Sroedji terlibat baku tembak dengan pasukan Belanda di Desa Karang Kedawung, Kecamatan Mumbulsari. Dalam pertempuran itu beliau gugur. Biadabnya Belanda, jenazah Letkol Sroedji sempat diseret ke alun-alun Jember menggunakan truk.
“Tubuh Letkol Sroedji sempat ditusuk-tusuk bayonet,” kata Peneliti Sejarah Letkol Mochammad Sroedji, Irma Devi, Sabtu (10/11/2018).
BACA JUGA: Ibuku Pahlawanku
Irma menceritakan, pada awalnya, Belanda juga tidak yakin bahwa yang gugur dalam penyergapan itu merupakan Letkol Mochammad Sroedji. Sebab, yang Belanda tahu, Letkol Sroedji memiliki banyak nama samaran.
“Nama samarannya banyak, untuk menyembunyikan identitas agar tidak mudah dikenali Belanda,” terang Irma.
Untuk memastikan identitas jenazah Letkol Sroedji, Belanda memanggil warga untuk ditanyai. Dari keterangan warga akhirnya Belanda tahu bahwa komandan pasukan Republik yang gugur itu memang benar-benar Letkol Sroedji.
Begitu mendengar bahwa jenazah tersebut adalah Letkol Sroedji, Belanda pun membawa tubuh Letkol Sroedji ke kota Jember dengan cara menyeretnya menggunakan truk.
“Kedua tangan Letkol Sroedji diikat ke bak truk bagian belakang. Kemudian diseret ke alun-alun Jember,” kata Irma.
Jenazah Letkol Sroedji kemudian ditaruh di sebuah halaman hotel di Jember. Di sana, tubuh Letkol Sroedji sengaja dijadikan tontonan untuk warga.
BACA JUGA: Benarkah Gelar Haji Warisan Belanda?
“Tujuannya adalah untuk menunjukkan ke masyarakat bahwa jika melawan Belanda maka bisa bernasib seperti Letkol Sroedji,” terang Irma.
Setelah berada di sana selama tiga hari, akhirnya ada salah seorang tokoh masyarakat yang memberanikan diri meminta jenazah Letkol Sroedji untuk dimakamkan.
“Setelah diperbolehkan Belanda, maka jenazah Letkol Sroedji dibawa dan dimakamkan di daerah Kreongan Patrang. Yang mengiringi pemakaman waktu itu banyak sekali,” kata Irma. []
SUMBER: DETIK