Oleh: Ni’mah Sakinah
Ibu Rumah Tangga dan Pendidik di Sekolah Tahfiz Plus Cimahi
TIGA anak telah terpapar HIV. SS (7), SAS (10), dan HP (11). Bocah-bocah tersebut terancam tidak akan bisa lagi mencicipi bangku sekolah. Mereka hanya sempat sehari saja menikmati bangku sekolah. Warga takut tertular. Bahkan, warga pun mengultimatum mereka untuk segera meninggalkan Samosir tempat tinggalnya saat ini, paling lambat 23 Oktober 2018.
Mengenai hal ini Bupati Samosir, Rapidin Simbolon, memastikan tidak akan ada pengusiran. Pemkab Samosir pun memberikan win-win solution. Anak-anak yang awalnya bersekolah di PAUD Welipa dan SD Negeri 2 Nainggolan ini disarankan homeschooling. Opsi lain pindah ke sekolah lain dengan menyembunyikan penyakit bocah-bocah tersebut. Namun, masyarakat tetap menolak.
BACA JUGA:Â Islam Solusi Ampuh Hadapi HIV/AIDS
Sementara Komite AIDS Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) bersikukuh agar ketiga anak pengidap HIV itu mendapatkan pendidikan di sekolah umum, walaupun dengan kondisi kulitnya sudah menghitam, kaki dan tangannya kering, dan tak ada daging. Sementara Gubernur Sumatera Utara, Edy Rahmayadi, belum bisa memastikan solusi untuk persoalan ini karena katanya kasus masih diselidiki (Tribun Jogja, 22/10/2018).
Kasus di atas hanya salah satu kasus dari banyak kasus yang terjadi. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, pengidap HIV/AIDS di Sumut menempati posisi ke-7 terbanyak di Indonesia. Angka prevalensi HIV/AIDS di Sumut mencapai 28,97 per 100.000 penduduk.
Artinya, dari setiap 100.000 penduduk di Sumut terdapat 29 orang mengidap HIV/AIDS (Tribun Medan, 26/4/2018).
Satu lagi bukti, anak-anak pun kini sudah terpapar HIV/AIDS. Hal ini berarti masa depan suram (Madesu) bagi mereka. Terbukti untuk bisa sekadar sekolah saja sulit.
Generasi muda yang terpapar HIV/AIDS ini adalah korban dari budaya permisif. Budaya permisif mendorong generasi muda jatuh kepada dekadensi moral yang kian parah. Seks bebas dan eljibiti dianggap sebagai hal yang lumrah. HIV/AIDS pun tak lagi menjadi sesuatu yang wah, hatta yang menjadi korban itu anak kecil tak berdosa yang harusnya giat sekolah.
Sikap lamban pemerintah dalam mengambil kebijakan sudah menjadi hal yang biasa. Malah dalam kasus ini yang nampak adalah upaya kuat tersistematis untuk menghilangkan phobia terhadap HIV/AIDS itu sendiri. Sementara faktor yang menjadi penyebab kenapa HIV/AIDS berkembang hingga menghantarkan kepada hancurnya generasi ini tidak disinggung. Padahal inilah yang penting dipahami. Tidak terlindunginya kids zaman now dari bahaya HIV/AIDS adalah karena merebaknya budaya permisif. Selain diadopsinya ide liberalisme dan tidak adanya penjagaan negara terhadap generasi ini.
BACA JUGA:Â Dari Masjid ke Madrasah, Umat Islam Mozambik Lawan HIV
Budaya permisif ini harus dihentikan. Karena terbukti menghasilkan dekadensi moral yang berakibat fatal. Sampai-sampai membuat anak-anak tak berdosa pun harus terpapar HIV/AIDS.
Sebagai muslim sudah selayaknya kita mengembalikan setiap persoalan kepada Islam saja. Karena Islam akan mampu melindungi generasi. Slogan “Jauhi penyakitnya, Bukan Orangnya!” sebagai upaya pemakluman terhadap ODHA sesungguhnya merupakan perlindungan terhadap pergaulan bebas. Ingat, selain jarum suntik, seks bebas telah menjadi penyebab penyakit ini. ODHA ini harusnya diberi sanksi. Bila mereka ditindak “orang-orang bersih” tak harus menjadi korban.
Islam memiliki cara yang khas untuk melindungi generasi dari paparan HIV/AIDS ini. Pertama, Islam mengharamkan seks bebas yang menjadi akar masalah HIV/AIDS ini. Mendekati zina saja sudah Allah Subhanahu Wa Ta’ala larang. Lihat Quran Surat Al Isra ayat 32.
Kedua, Islam juga mengharamkan narkoba yang sering kali jadi penyebab HIV/AIDS. Umu Salamah menuturkan: “Rasulullah Shallallohu Alaihi Wassalam melarang setiap zat yang memasukkan dan menenangkan” (HR Abu Daud dan Ahmad).
Ketiga, Mereka yang masih melanggar ditindak tegas.
Inilah penyelesaian terhadap permasalahan penyakit menular ini. InsyaaAllah, bila diterapkan akan bisa menyelesaikan masalah tanpa harus mengorbankan yang lain. Hal yang lebih penting dari semua itu adalah karena kita adalah hamba-Nya yang wajib patuh dan tunduk hanya pada aturan-Nya saja. Wallahu a’lam bishshowab. []
OPINI ini adalah kiriman pembaca Islampos. Kirim OPINI Anda lewat imel ke: islampos@gmail.com, paling banyak dua (2) halaman MS Word. Sertakan biodata singkat dan foto diri. Isi dari OPINI di luar tanggung jawab redaksi Islampos.