Oleh: Titien SDF
HIDUP adalah pembelajaran. Ada banyak hadits yang mengulas tentang kewajiban dan keutamaan mencari ilmu. Di antaranya, “tholabul ‘ilmi faridhotan ‘ala kulli muslim (menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap muslim).” Dalam hadits lain disebutkan, “uthlubul ‘ilmi minal mahdi ilal lahdi (tuntutlah ilmu sejak dari buaian sampai liang lahat).”
Sebagai orang tua, tentulah kita tak hanya dituntut untuk belajar untuk kepentingan diri kita sendiri. Namun, kita juga dituntut untuk mengajarkan segala sesuatunya kepada anak-anak kita. Titipan Allah yang menuntut kewajiban kita untuk merawat, mendidik dan mendampinginya sampai mendewasa. Dan akan dimintai pertanggungjawabannya di akhirat kelak.
BACA JUGA: Demi Menuntut Ilmu, Adul Rela Merangkak Sejauh 3 Km ke Sekolah
Sebagai makhluk yang dhoif (lemah), sudah barang tentu kita membutuhkan bantuan pihak lain, mengingat pengetahuan/ilmu kita yang sangat terbatas.
Sekolah, adalah dunia kecil tempat anak-anak kita menuntut ilmu. Di sini, mereka akan bertemu dengan bermacam karakter teman dan gurunya. Karakter yang mungkin hampir menyerupai dirinya, ayahnya, ibunya, saudaranya, atau bahkan sama sekali berbeda dengan mereka semua. Di sinilah mereka belajar segala sesuatu, tentang segala macam ilmu pengetahuan, tentang berbagai mata pelajaran dan juga tentang kehidupan.
Masa pembelajaran anak-anak usia di bawah 12 tahun, sangat menentukan pada proses pendewasaan mereka. Sangat mempengaruhi cara mereka mengambil kebijakan/keputusan.
Seiring perkembangan zaman, banyak terjadi pergeseran pola pikir pada anak-anak zaman sekarang. Dulu, anak-anak sekolah tidak/belum mengenal gadget. Sistem pembelajaran mereka masih sebatas, baca, dengar, lihat dan tulis. Sumber ilmu mereka adalah orang tua, guru dan buku. Mereka yang benar-benar memperhatikanlah yang dapat menguasai pengetahuan.
Zaman sekarang, anak-anak sekolah dikepung dengan gadget. Sisi baiknya, sangat mudah untuk mengakses pengetahuan apa saja, murah dan cepat. Sisi buruknya, anak-anak lebih tertarik pada gadget ketimbang buku pelajaran, tetapi yang lebih sering mereka akses bukan situs-situs ilmu pengetahuan. Mereka lebih suka mengakses situs-situs hiburan dan permainan. Tugas guru dan orang tua pun menjadi lebih berat dari sebelumnya.
Sekolah, mestinya dunia kecil yang menyenangkan untuk pembelajaran anak-anak kita. Mengapa dunia kecil? Karena yang perlu kita persiapkan bukan hanya pengetahuan tentang beberapa mata pelajaran yang sudah ada kurikulumnya dari pemerintah. Lebih dari itu, sekolah adalah tempat belajar bersosialisasi dengan orang lain/masyarakat luas. Bukan berarti orang tua dan guru menyediakan fasilitas internet dan memberi ruang yang seluas-luasnya pada anak-anak. Bukan pula berarti sama sekali menutup celah masuknya internet untuk anak-anak kita. Semestinya kita bertindak bijaksana dan membatasi penggunaannya, agar tujuan pembelajaran tercapai dan anak-anak tak merasa dipaksa.
Sekolah, dunia kecil yang (seharusnya) menyenangkan. Mengapa ada kata (seharusnya)? Dewasa ini banyak sekolah yang menerapkan metode pembelajaran yang jauh dari menyenangkan. Anak-anak dijejali dengan buku pelajaran dan pekerjaan rumah/tugas yang banyak. Mereka harus duduk diam berkutat dengan huruf dan angka berjam-jam lamanya. Kalaupun lupa mengerjakan, ada hukuman dan cemoohan yang mereka terima. Sungguh amat membosankan.
BACA JUGA: Kecil-kecil Kok Sekolah, Belajar Apa?
Sebenarnya seperti apa sih konsep sekolah yang menyenangkan itu? Sebenarnya sederhana saja. Setiap anak adalah pribadi yang unik, selalu ingin dianggap ada keberadaannya, diperhatikan, dan dihargai usahanya. Kemampuan, bakat dan potensi mereka pun berbeda-beda. Karenanya, kunci pertama adalah kedekatan hati dengan mereka, kedekatan para orang tua dengan anak-anaknya dan kedekatan para guru sebagai orang tua kedua dengan murid-muridnya. Karena guru bukan atasan ataupun bos dan murid bukan bawahan atau pekerja.
Kedekatan antara guru dan murid akan memudahkan kita untuk menangkap bakat dan potensi anak-anak kita. Dengan demikian, mereka dapat mengasah kemampuan mereka dengan sungguh-sungguh dan tak merasa terpaksa. Semua anak dapat menjadi juara di bidangnya masing-masing. Pembelajaran tak perlu melulu duduk diam, mendengarkan, membaca dan menulis Ada kalanya anak-anak perlu diajak langsung meneliti/tadabur alam lewat program outbound atau pelajaran luar sekolah. Mereka bisa dilatih peduli pada kebersihan lingkungan dan berbagi pada masyarakat sekitarnya. Pelajaran sains dan matematika pun bisa disampaikan dengan cara-cara yang menyenangkan.
Selain itu, sekolah adalah dunia kecil dalam pembelajaran rasa syukur kita. Bukan semata-mata mempelajari interaksi antar manusia. Namun juga, dengan makhluk ciptaan Allah lainnya. Terlebih lagi pembelajaran dalam mengenal Allah, agar tak sesat di dunia dan tak menyesal di akhirat sana. []
OPINI ini adalah kiriman pembaca Islampos. Kirim OPINI Anda lewat imel ke: islampos@gmail.com, paling banyak dua (2) halaman MS Word. Sertakan biodata singkat dan foto diri. Isi dari OPINI di luar tanggung jawab redaksi Islampos.