BAIQ Nuril Maknum, namanya menjadi sorotan media atas ketidakadilan yang menimpanya dalam sebuah kasus hukum.
Nuril dituduh melanggar UU ITE karena merekam percakapan telefon dari Kepala Sekolah SMAN 7 Mataram yang melakukan pelecehan secara verbal terhadapnya.
BACA JUGA: Ini Penjelasan Juru Bicara MA soal Putusan Baiq Nuril
Sebelumnya, Majelis hakim Pengadilan Negeri Kota Mataram membebaskan Nuril dari sangkaan, namun jaksa penuntut umum mengajukan kasasi ke MA atas putusan tersebut. MA kemudian memvonis Nuril enam bulan penjara dan denda Rp 500 juta.
Berikut ini fakta-fakta terkait kasus Nuril:
Dijerat UU ITE
Mahkamah Agung (MA) dalam putusan kasasinya menyatakan Baiq Nuril Maknun bersalah atas sangkaan mendistribusikan atau mentransmisikan konten kesusilaan seperti termaktub dalam pasal 27 ayat 1 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). MA menjatuhkan hukuman enam bulan penjara dan denda Rp500 juta kepada Nuril.
Padahal sebelumnya mantan pegawai honorer bagian Tata Usaha di SMU 7 Mataram itu dinyatakan bebas di Pengadilan Negeri Mataram pada 26 Juli 2017. Nuril dinyatakan tidak terbukti telah mencemarkan nama baik mantan Kepala SMAN 7 yang bernama Muslim.
MA Persilahkan Baiq Nuril Ajukan PK
Masyarakat MA, Abdullah, mengatakan PK merupakan hak asasi warga untuk mendapatkan keadilan.
“Masalah PK itu kan hak asasi warga negara untuk mendapat keadilan. Apabila nanti terdakwa atau terpidana mengajukan PK ya silakan saja,” ujar Abdullah saat ditemui di Gedung MA, Jakarta Pusat, Jumat (16/11/2018).
MA, kata dia, tidak mempunyai alasan untuk membatasi upaya hukum lanjutan yang dilakukan pihak Nuril. Asalkan upaya hukum tersebut dilakukan sesuai aturan perundang-undangan yang berlaku.
“Tak ada alasan untuk membatasi upaya hukum luar biasa (PK),” imbuh Abdullah.
Nasib Anak Baiq Nuril
Psikolog Meity Arianty, coba melihat sisi lain kasus ini, yaitu sisi psikologis.
“Saya tidak dapat membayangkan bagaimana sedihnya keluarga Nuril, bagaimana suaminya yang pasti merasa shock, malu, sedih, kecewa, bahkan mungkin marah mendengar kabar tersebut,” ungkap Psikolog Mei seperti dikutip dari Okezone.
Psikolog Mei sadar betul bahwa kabar ini tentu membuat hati banyak orang kecewa. “Mendengar istrinya dilecehkan saja pasti sudah sangat berat, apalagi sekarang harus menerima kenyataan Nuril menjadi tersangka,” sambungnya.
Bahkan, menurut Psikolog Mei, tidak sampai di situ saja. Hal yang paling menyedihkan adalah anak Nuril yang dikabarkan tidak mau bersekolah karena adanya kasus ini.
“Mereka merasa malu, tentu juga sedih. Mau marah, marah sama siapa? Dapat dibayangkan bagaimana keluarga Nuril harus menanggung rasa malu dan kesedihan itu,” paparnya.
Sebelumnya, anak nuril sempat menulis surat kepada Presiden RI joko Widodo. Dalam surat itu dia meminta agar ibunya tidak perlu ‘sekolah’ lagi. Sekolah yang dimaksud oleh anak Nuril tersebut adalah ‘tahanan’ sebab, ketika Nuril ditahan beberapa waktu lalu, dia mengatakan kepada anaknya bahwa dirinya sedang pergi sekolah.
Ironi Hukum di Indonesia
Baiq Nuril mendapat pelecehan dari Kepala Sekolah SMAN 7 Mataram, Muslim. Kasus itu berawal di tahun 2017 saat Muslim menelepon dirinya dan menceritakan pengalaman hubungan seksualnya dengan perempuan lain. Nuril merekam pembicaraan Muslim tersebut untuk membuktikan dirinya tak memiliki hubungan dengan Muslim. Rekaman tersebut kemudian tersebar.
BACA JUGA: PBNU Berharap MA Pulihkan Nama Baik Baiq Nuril
Muslim melaporkan Nuril atas tuduhan pencemaran nama baik. Kasus ini berlanjut ke MA, hingga akhirnya Nuril dijatuhi vonis.
Ketua PBNU bidang hukum, HAM, dan perundang-undangan, Robikin Emhas mengatakan, putusan bersalah terhadap Baiq Nuril Makmun sangat disesalkan. Karena dinilai melukai rasa keadilan hukum yang hidup dan berkembang di masyarakat (living law). []
SUMBER: OKEZONE