Oleh: Ayu Mela Yulianti, SPt
Pemerhati anak dan generasi, Tinggal di Kota Tangerang
MEMBINA keluarga dan rumah tangga bukanlah perkara yang mudah. Tiap tahap dalam proses pembentukannya pastilah melalui fase yang berbeda.
Saat baru menikah, dimulai dengan sedikit keterkejutan, berusaha saling memahami dan memaklumi hingga berusaha mengenali karakter pasangan lebih dalam.
Fase berikutnya ketika Allah SWT mulai menitipkan satu persatu anak dalam kehidupan rumah tangga, melengkapi kebahagiaan keluarga dan rumah tangga.
Bertambahlah gelar yang dimiliki, menjadi orang tua, menjadi ayah, menjadi ibu. Dari sebelumnya baru menjadi suami atau menjadi isteri. Mulailah terbuka banyak pintu kebaikan dan panen pahala di dalamnya.
Selain selalu berusaha untuk memahami karakter pasangan. Saat anak hadir, bertambah tugas untuk memahami karakter anak. Semakin banyak anak, semakin banyak karakter anak yang harus dikenali orang tua. Salah dalam memahami karakter anak, akan salah pula dalam memperlakukan anak, hal ini akan berpotensi menimbulkan sedikit “konflik” antara anak dan orang tua.
Sedikit banyak pergesekan yang berpotensi menimbulkan sedikit “konflik” dalam interaksi anak dan orang menimbulkan “sedikit” rasa kurang bahagia baik di pihak orangtua maupun di pihak anak. Orangtua lebih sering akan memberikan cap “ngeyel” dan “bandel” kepada anak. Pun tak sering juga anak akan memberikan cap kepada orangtua dengan cap “cerewet”, utamanya kepada ibu.
Agar tidak terjadi salah “cap” baik orangtua maupun anak, hingga menimbulkan rasa tidak bahagia saat proses membina rumah tangga dan keluarga. Ada baiknya orang tua menjalani tahapan berikut agar menjadi orangtua bahagia saat menghadapi anak-anaknya, dalam proses mendidiknya.
Adapun tahapan yang sepatutnya dilalui adalah sebagai berikut :
Pertama, wajiblah orangtua menyadari bahwa anak adalah titipan Allah SWT yang harus dijaga, dan tidak boleh mengalami kerusakan atau dirusak.
Sehingga jika suatu saat Allah SWT mengambilnya kembali, orangtua dapat mengembalikan anak tersebut dalam kondisi baik, tak bercacat, sempurna seperti sedia kala. Orangtua wajib menjaga anaknya agar tidak terjerumus pada pergaulan bebas, narkoba dan tindak kriminal lainnya yang bisa merugikan diri dan orang lain.
Kedua, orangtua wajiblah menyadari bahwa ia butuh ilmu dan harus mencari ilmu dalam proses mendampingi tumbuh kembang anak dari mulai lahir hingga menjelang proses dewasa.
Tentulah menghadapi anak yang masih bayi, batita, balita, mumayyiz, pra baligh hingga baligh, akan berbeda. Maka perlulah orangtua selalu mengkaji dan mencari ilmu yang dapat membimbingnya dalam membina dan mengarahkan anak-anaknya, hingga terbentuk anak sholih dan sholihah. Pada fase anak telah mencapai usia baligh, anak akan menjadi sahabat orangtua. Karenanya ditahap ini idealnya orangtua sudah berhasil menyampaikan seluruh hukum syariat kepada anak, dan anak telah siap melaksanakan seluruh hukum syariat dalam segala aspeknya.
Ketiga, orangtua hendaklah bersikap lemah lembut kepada anak-anaknya.
Berkata halus lembut, tidak berkata kasar yang dapat menyakiti hati anaknya. Jika orangtua tidak setuju dengan perilaku anaknya, cukuplah diam kemudian menyampaikan keberatannya dan menasihatinya saat waktu yang tepat dan kondusif. Tidak berantem mulut dengan anak, karena hal ini akan menurunkan wibawa orangtua dihadapan anak.
Keempat, orangtua hendaklah memenuhi hatinya dengan keikhlasan dan kesabaran.
Menerima dengan lapang dada segala kekurangan dan kelebihan yang dimiliki anak. Tidak menohok kekurangan yang dimiliki anak, namun fokus pada kelebihan yang dimiliki anak dan berupaya mengembangkan kelebihan yang dimiliki anak.
Kelima, orangtua hendaklah selalu mendoakan dengan doa kebaikan untuk anak-anaknya.
Agar kiranya Allah SWT menganugerahkan akhlak yang baik pada semua anak- anak yang dititipkan pada kita. Seperti akhlaknya Nabi Ismail as kepada ayahandanya yaitu Nabi Ibrahim as.
Keenam, orangtua hendaknya selalu optimis dan berfikir positif.
Bahwa ia mampu dengan pertolongan Allah SWT untuk membentuk anak-anaknya menjadi anak-anak yang sholih dan sholihah.
Ketujuh, orangtua hendaknya selalu merasa bersyukur dan beruntung.
Dengan apapun dan bagaimanapun kondisi anak yang Allah SWT titipkan. Kemudian berusaha mendidiknya agar menjadi sholih dan sholihah. Bukankah rasa syukur akan menambah nikmat Allah SWT kepada kita? Minimal hati menjadi tenang.
Diharapkan, dengan ketujuh langkah kecil yang ditapaki seperti disebutkan diatas, mudah-mudahan menjadikan orangtua menjadi orangtua yang bahagia, baik saat menjalani prosesnya, maupun saat memanen hasilnya. Wamataufiki illahi billah. []
Penulis :