Oleh: Arya Jagad Pamungkas
PERNAH merasa ketika kondisi dalam keadaan terhimpit. Ketika terasa semuanya berpaling. Bahkan Rabb Penggenggam Semesta pun terasa tak lagi memperhatikan kita. Ketika doa dan ibadah lainnya tak juga berpengaruh terhadap kondisi yang dialami. Pernah merasa seperti itu? Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wasallam sudah merasakan hal semacam itu.
Hari-hari penuh perjuangan, Mekkah Al Mukarammah. Seba’da turunnya wahyu Qur’an surah al Fajr. Maka selama kurang lebih enam bulan wahyu tak kunjung turun kembali ke pribadi paling agung semuka bumi tersebut. Kekasihnya Jibril pun tak kunjung datang.
Hal ini diperparah dengan cibiran Abu Jahal yang mengatakan “lihatlah Muhammad, dia kebingungan wahyu tak kunjung datang, rupanya Tuhannya telah meninggalkannya” diiringi gelak tawa para pembesar Quraisy.
Beragam pikiran berkecamuk di dalam diri Rasulullah, “apa yang sebenarnya terjadi? Mengapa wahyu tak lagi turun? Benarkah Tuhanku telah meninggalkanku?”
Kekhawatiran muncul di dalam diri beliau, pernah mengalami hal semacam itu? “Setelah doa dan ibadah-ibadah lain yang kukerjakan, mengapa sepertinya Allah tak menjawab doaku, mengapa kondisiku tak kunjung berubah, mungkinkah Ia benci kepadaku” mungkin kurang lebih seperti itu. Disaat-saat seperti itulah Allah menjawab segala kegelisahan Rasulullah, dan juga umatnya nanti yang akan mengalami hal serupa dengan mengatakan.
Wadh-Dhuha
Wallaili Idza sajaa
Demi matahari yang naik sepenggalah
Dan demi malam, apabila ia telah larut
Bagaimana cahaya matahari di waktu Dhuha? Sejuk, sinarnya memberi segala manfaat bagi tubuh, udara yang dihirup pun masih segar terasa, mungkin Allah ingin mengirimkan pesan dibalik ayat tersebut dengan mengatakan.
“Jangan murung, jangan bersedih, lihatlah cahaya mentari, ia telah terbit ketika kegelapan telah larut.”
Segelap-gelapnya kondisi yang dihadapi, akan ada cahaya mentari yang terbit memberikan kehangatan, melepas segala rasa gelisah dan gundah gulana.
Ma wadda ‘aka Rabbuka wama qalaa
Tuhamu tidak akan meninggalkanmu dan tidak pula membencimu
Indah sekali ayat ini bukan, betapa tenang hati Rasulullah ketika menerima ayat ini, demikian juga dalam keadaan sesulit apapun, yakinkan dalam hati bahwa Dia tak akan meninggalkanmu, Dia akan selalu jika kau ingin, membimbing menuju jalanNya sembari tersenyum.
Wa lal akhiratu khairu laka minal uulaa
Dan sungguh hari kemudian itu lebih baik darimu daripada dunia ini
Allah mengingatkan tentang tujuan hidup, bahwa kehidupan akhirat jauh lebih baik daripada kehidupan dunia, bahwa apa yang akan datang jauh lebih baik daripada kondisi yang dialami saat ini.
Walasaufa yu’thiika Rabbuka fatardha
Dan sungguh, Tuhanmu akan memberikan karunia-Nya kepadamu hingga hatimu menjadi puas
Allah menjanjikan kebahagiaan yang akan didapat di masa mendatang jika kau mau bersabar, bukankah Rasulullah memperoleh beragam kemenangan ketika ia dan para sahabatnya melewati masa-masa sulit?
Tak hanya kehidupan dunia, Allah juga menjanjikan kenikmatan akhirat, bukankah ini hal paling indah untuk disampaikan pada orang yang bersedih?
Kemudian Allah mengungkapkan alasan mengapa harus mempercayai janjiNya dengan mengatakan.
Alam yajidka yatiiman fa’awwa
Bukankah Dia mendapatimu sebagai seorang yatim lalu Dia melindungimu
Bukankah ketika kau masih kecil lalu Allah merawatmu melalui kedua orang tua mu… Bukankah ketika kau sakit Allah menyembuhkanmu melalui obat-obat… Bukankah ketika lapar Allah memberimu makanan. Bukankah Allah telah memberimu pakaian hingga terlihat rupawan, demikian seterusnya. Allah mengingatkan tentang nikmat-nikmat yang telah kita terima.
Wawajadaka dhallan fahadaa
Dan dia mendapatimu dalam keadaan bingung lalu Dia memberikan petunjuk
Bukankah masing-masing dari kita pernah mengalami masa-masa ‘jahiliah’? “Aku ingat, dulu aku jarang shalat, bacaan Qur’an berantakan, aku tidak paham tentang agamaku” kemudian Allah menggiring kita bertemu dengan seseorang atau komunitas yang mengajak kepada ketaatan.
Wawajadaka ‘a ilan fa aghnaa
Dan dia mendapatimu dalam keadaan kekurangan lalu Dia mencukupimu
Betapa banyak Allah menutupi keadaanmu, betapa sering Dia mencukupkan keadaanmu disaat yang lain serba kekurangan, Allah terus mengingatkan tentang nikmat yang didapat kepada Rasulullah dan juga kepada kita. Bagi orang yang sedang bersedih dan putus asa ini adalah terapi terbaik, dengan mengingatkan kembali nikmat yang sudah diperoleh, kemudian Allah melanjutkan firmanNya.
Fa’ammal yatiima fala taqhar
Maka kepada anak yatim, jangan engkau berlaku sewenang-wenang
Wa’ammassaa ila falaa tanhar
Dan terhadap orang yang meminta-minta, jangan engkau menghardiknya
Allah meminta kita mengingat dua Jenis orang yang disebutkan di ayat tersebut, anak yatim dan pengemis.
Ingatlah anak yatim, mereka tidak ada yang mengurus, sedang kau memiliki orang tua yang tetap setia mengurusmu. Kau punya keluarga untuk pulang, sedang anak yatim tak punya siapapun! Para pengemis, mereka tak punya makanan, tak ada tempat tinggal, mereka tidur dalam keadaan lapar, sedang kau bisa tertidur dalam keadaan kenyang dirumah yang lapang.
Allah memberikan obat bagi yang sedang sedih dan putus asa, yakni dengan melihat keadaan orang-orang di bawah kita.
Terakhir, untuk memupus rasa bahwa Allah menjauh dari kita, Dia menutupnya dengan ayat.
Wa’amma bini’mati Rabbika fahaddits
Dan terhadap nikmat Tuhanmu, hendaklah engkau sebutkan
Sebutlah nikmat-nikmat Nya yang melekat dalam diri…
Alhamdulillah atas mataku yang masih melihat indahnya semesta, disaat yang lain tertutup penglihatannya.
Alhamdulillah atas kakiku yang masih berfungsi dengan baik, otot-ototnya masih terjaga, disaat yang lain ada yang lumpuh kakinya.
Alhamdulillah atas mulutku yang masih berbicara dengan fasih, disaat yang lain ada yang kesulitan dalam berbicara.
Jika Allah meninggalkanmu mengapa Dia masih membiarkanmu hidup? Jika Allah membencimu mengapa Dia memberikan nikmat yang teramat banyak padamu?
Maka setiap kali merasa Allah jauh dari kita, sedih bercampur putus asa, maka bukalah surah adh-Dhuha, maka kau akan merasakan, betapa cintanya Dia kepada kita. []
Sumber Inspirasi: Tadabbur surah Ad-Dhuha Syaikh Tawfique Chowdhury