Oleh : Desi Arisanti
Desiarisanti79@yahoo.com
DIA tidak cantik seperti perempuan kebanyakan. Tanpa bulu mata lentik palsu, bibir merah karena gincu, dan senyumnya tidak menggoda melainkan penyejuk kalbu.
Matanya tidak indah pun tidak redup, biasa-biasa saja. Justru terkadang matanya tetlihat bengkak dan sembab. Tapi dia tidak pernah menyembunyikannya dengan maskara, eyeliner dan eye shadow karena memang dia tidak mengerti cara menggunakannya.
Hidungnya juga tidak mancung, pun pipinya tak semulus pualam. Namun, dia tidak mengoleskan pemerah pipi untuk menambah kecantikan. Dia hanya menggunakan bedak biasa, itupun terlihat seperti dia tidak memakai bedak.
Kendatipun dikelilingi teman-teman cantik dengan ‘benda’ tersebut, dia tak peduli dengan pandangan orang dan tidak pula mau terbawa arus trend. Bukan berarti kudet, hanya saja dia merasa itu tidak perlu dan belum saatnya.
Cantik dengan caranya.
Bersyukur dengan apa yang ada pada dirinya. Biarlah orang mau berkata apa, dia tidak peduli. Yang penting tidak berlebihan dalam ‘bergaya’ dan tidak pula menarik perhatian kaum Adam.
Sesederhana itu pun dia tak enak hati, sebab masih merasa ada mata-mata ‘nakal’ yang memerhatikan.
Sulitkah menjadi dia?
Tak ada yang menyukai?
Tak ada yang memerhati?
Sulit memang awalnya. Karena seringkali ‘hasrat kewanitaan’ berkeinginan untuk mencoba benda-benda tersebut. Agar selalu tampil dan keliatan cantik di hadapan semua manusia.
Namun, dengarkanlah bisikan hati. “Jangan, duhai diri! Itu semua godaan dunia, semua wanita tercipta cantik, maka jangan berlebihan sehingga membuat para kaum Adam terpesona yang kemudian mengundang dosa berkepanjangan.”
Terketuklah hati kecilnya.
Walaupun keinginan untuk mencoba benda itu begitu kuat, namun dia teringat dan takut akan dosa jika mengindahkan kata hatinya.
Cukuplah cantik dengan cara sederhana. Yang kehadiran seorang Hawa tidak begitu disadari oleh para kaum Adam.
Hawa.
Bersyukurlah!!
Bersederhanalah sebab kau ‘sempurna’. []
Muaratebo, Jambi, 8 Ramadhan 1437 H