“JIKA engkau merindukanku, maka pejamkanlah matamu, temukanlah aku dalam gulita. Sebab aku ada untuk menjadi cahaya,” mungkin kalimat ini yang ingin engkau dengar dariku. Tetapi maaf, aku tak akan pernah mengucapkan itu, meski kutahu begitu dalam rasa cintamu.
Allah telah menegur dengan sopan, “Dan ada pun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya surgalah tempat tinggal(nya).” [*]
Bukankah kita belum terikat ijab kabul, mengapa menyiksa diri menjadi pesakitan rindu. Sungguh, itu sebenar belenggu nafsu yang membuatmu dungu.
Jika mengingatku membuatmu didera rasa sakit, maka segeralah bermusyawarah pada-Nya memohon keselamatan akal.
Saat rindu menjadi birahi, maka akal telah ternoda. Sungguh menyedihkan apabila perkara cinta yang belum halal menjadikan hilang akal.
Cintailah aku sewajarnya saja, jangan sampai membuatmu jadi budak syahwat yang membuat kewarasanmu terganggu karenanya.
Mari saling mendoa keselamatan, semoga cinta menuntun kita pada kebijaksanaan bukan malah menyebabkan kesesatan.
Percayalah, membunuh rindu bukan berarti meniadakanku, tetapi justru menghidupkan harapanmu untuk berjodoh denganku.
Sebab kita mampu menjaga hati, niscaya karomah Allah akan menghampiri dan menjadikan kesejatian cinta dapat terpatri.
Semoga aku-kau segera mengikat janji. Menjadi sepasang suami-istri yang saling menyayangi dengan berpijak pada tuntunan Ilahi. []
Arief Siddiq Razaan, 20 Desember 2015
[*] Q.S. An-Nazia’at 40- 41.