SIFAT malu seperti rem yang akan menghentikan kita dari perbuatan nista. Semakin besar rasa malu, maka rem tersebut semakin pakem, sehingga seseorang akan terhindar dari perilaku yang bertabrakan dengan syariat Islam.
Saking pentingnya rasa malu, Rasulullah pernah memberikan sindiran, “Jika rasa malu hilang, lakukanlah apa saja sesuka kalian.” Hal ini mengandung pengertian, jika rasa malu telah hilang maka seseorang tidak akan mampu menimbang mana yang mulia dan mana yang tercela.
BACA JUGA: Malu kepada Allah karena Meminta kepada Manusia
Kalau sudah demikian, apa bedanya dengan binatang. Mereka hidup hanya bermodalkan hawa nafsu tanpa berlandaskan akal sehat. Padahal, Allah telah memberikan peringatan dalam al-Qur’an, “Terangkanlah kepada-Ku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya, maka apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya? Atau apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar dan memahami (kebenaran)? Mereka itu tidak lain hanyalah seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat jalannya (dari binatang ternak itu),” (QS. Al-Furqan: 43-44).
Firman Allah Azza Wa Jalla tersebut seolah mengisyaratkan bahwa manusia yang hilang rasa malunya dikategorikan sebagai binatang ternak, bahkan lebih sesat lagi. Mengapa demikian? Binatang telanjang karena memang tidak memiliki akal dan hati nurani.
Sementara manusia diciptakan sebagai makhluk yang paling sempurna dengan seperangkat jasmani dan ruhani yang lengkap. Manusia diberi akal pikiran agar bisa membangun dirinya, sekaligus bisa membedakan mana yang baik dan buruk, mana yang mulia dan tercela. Jadi, manakala manusia berperilaku seperti binatang, tentunya ia jauh lebih sesat dari binatang.
BACA JUGA: Perbuatan Dosa Membuat Manusia Kehilangan Rasa Malu
Dalam hal ini, kasus buka-bukaan atau pamer aurat merupakan cermin manusia (wanita) bermental binatang yang menggadaikan rasa malu demi meraih kesenangan semu.
Sedangkan wanita shalihah akan merasa malu jika melakukan hal-hal yang rendah dan tercela. Karena itu, ia senantiasa bersikap iffah (memelihara diri dari hal-hal yang rendah). Ia senantiasa berpegang pada sabda Rasulullah shalallahu alaihi wasallam, “Sesungguhnya Allah Azza Wajalla (Yang Maha Perkasa dan Agung) apabila hendak membinasakan seseorang, maka dicabutlah dari orang itu sifat malu. Bila sifat malu telah dicabut darinya, maka engkau akan mendapatkan dia dibenci orang, malah dianjurkan supaya orang-orang benci padanya. Kemudian bila kamu mendapatkan dia dibenci orang, maka sifat amanah dicabut darinya. Apabila dicabut darinya sifat amanah, kamu akan menemukan dia sebagai orang yang khianat. Jika dia sudah bersifat khianat, maka dicabut darinya sifat kasih sayang. Dan apabila sifat kasih sayang telah dicabut darinya, kamu akan menemukan dia sebagai seorang yang terkutuk. Apabila dia telah menjad orang yang terkutuk, maka lepaslah Islam darinya,” (HR. Ibnu Majah). []
Sumber: Bidadari Dunia/Karya: Muhammad Syafi’ie el-Bentanie/ Penerbit: Qultum Media