AUSTRALIA—Keputusan Australia mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel tak cuma mengundang kecaman dari negara-negara Muslim, tapi dari Israel sendiri. Tzachi Hanegbi, Menteri Kerjasama Regional Israel, menilai keputusan Australia memisahkan Yerusalem ke dalam dua wilayah merupakan “sebuah kesalahan.”
Seperti dilansir The Guardian, Hanegbi menilai kota suci tiga agama itu merupakan “satu entitas tak terpisah,” yang berada di bawah “kendali abadi” Israel dan sebab itu tidak bisa diakui secara parsial.
BACA JUGA: Australia Resmi Akui Yerusalem Barat sebagai Ibukota Israel
Bekas Perdana Menteri Kevin Rudd lewat akun Twitter-nya mengecam kebijakan PM Scott Morrison digerakkan oleh keinginan untuk “menghibur pemerintahan kanan jauh Israel pimpinan Netanyahu,” Canberra justru mendulang kritik dari pihak yang ingin didukung.
Hal serupa ditulis harian moderat konservatif Israel, Jerusalem Post, yang menilai langkah Australia sebagai “setengah pengakuan” terhadap “entitas tak dikenal yang disebut sebagai Yerusalem Barat.” Harian itu pun menyebut pengakuan setengah hati Canberra sebagai sesuatu yang “absurd.”
PM Morrison diyakini sedang bertaruh lewat isu Yerusalem demi memenangkan Pemilihan Umum Federal pada 2019 mendatang. Dengan langkah ini Koalisi Liberal/Nasional berharap bisa mengamankan dukungan kelompok konservatif Kristen dan Yahudi.
Harian Western Magazine melaporkan perdana menteri ingin menjadikan isu pengakuan ibukota Israel sebagai agenda pemilu, jika Partai Buruh tidak mendukung langkah tersebut.
BACA JUGA: Dari Istanbul, DPR Desak Australia Pertimbangkan Pengakuan Yerusalem Barat sebagai Ibukota Israel
Morrison mengatakan pemimpin oposisi, Bill Shorten, harus memberikan dalih tandingan jika ingin mencabut pengakuan terhadap Yerusalem sebelum pemilu. “Dia harus menjelaskan kepada warga Australia kenapa kita ingin mundur dari sikap yang sudah selayaknya ditunjukkan oleh Australia, yakni dukungan penuh terhadap Israel,” ujarnya kepada wartawan seperti dikutip Western Magazine.
Sejumlah analis sejak awal mengkhawatirkan isu Timur Tengah akan lebih banyak digerakkan oleh kepentingan politik dalam negeri, serupa ketika Presiden AS Donald Trump memindahkan kedutaan besar di Israel ke Yerusalem sebagai bentuk pengakuan resmi. Hal serupa bisa diamati pada reaksi sejumlah negara lain terhadap keputusan Canberra. []
SUMBER: DW