JAKARTA—Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat impor periode November 2018 sebesar USD 16,88 miliar atau Rp 244,76 triliun (kurs Rp 14.500). Jumlah ini tumbuh 11,68% dibandingkan periode yang sama tahun 2017.
Dari data BPS, impor non migas turut mendorong peningkatan impor. Misalnya impor sayuran periode November 2018 tercatat naik US$ 57 juta atau 140%. Paling banyak impor berasal dari Cina sebanyak 94 ton atau US$ 81 juta pada November.
BACA JUGA:Â Uighur: Rezim Cina Coba Membunuhku agar Terlihat seperti Kecelakaan Motor
Namun BPS tidak merinci jenis sayuran yang paling banyak diimpor dari negara Tirai Bambu tersebut.
“Peningkatan terbesar itu minuman USD 75,3 juta, besi dan baja USD 64,7 juta, dan sayuran USD 57 juta,” ujar Kepala BPS Suhariyanto di Kantor Pusat BPS, Jakarta, Senin (17/12/2018).
Menurut data BPS, impor sayuran pada November tercatat sebesar 116.536 ton. Terbesar berasal dari China dengan nilai 94.054 ton, disusul oleh Myanmar sebesar 1.273 ton, Etiopia mencapai 3.144 ton, Australia sebanyak 1.470 ton dan Selandia Baru di angka 44 ton.
Secara akumulatif, sejak Januari hingga November impor sayuran sudah mencapai 732.715 ton. Dengan keseluruhan nilai impor telah mencapai USD 602 juta.
BACA JUGA:Â Di Indramayu, Sandi Janji Hentikan Impor Pangan Saat Panen
Pada bulan yang sama, penurunan impor juga terjadi pada beberapa komoditas barang konsumsi. Salah satunya, produk buah-buahan seperti anggur dari China turun USD 29,4 juta, jeruk mandarin turun USD 15,6 juta serta pear juga turun.
“Bahan baku turun 4,14 persen atau USD 12,86 miliar. Ada beberapa bahan baku yang turun seperti kedelai, gandum dan florid. Barang modal turun 5,92 persen atau USD 2,59 miliar seperti gasoline engine dan beberapa mesin lainnya yang menurun,” jelas Suhariyanto. []
SUMBER: DETIK | LIPUTAN 6