CINA—Pada Oktober 2018 rezim Cina di kawasan otonomi Xinjiang telah menerapkan kampanye “anti-halal.” Alasannya untuk “menghentikan penetrasi Islam dalam kehidupan sekuler yang bisa memicu ekstremisme. Mayoritas penduduk Xinjiang berasal dari etnis Uighur dan beragama Islam.
Dalam sebuah pertemuan, para pemimpin Partai Komunis di ibu kota Xinjiang, Urumqi, memimpin para kader untuk mendeklarasikan tekad untuk “bertarung dalam pertempuran melawan pan-halalisasi.”
BACA JUGA:Â MUI: Pemerintah Indonesia Harus Ambil Langkah terhadap Nasib Muslim Uighur
Cina sering dikecam kelompok-kelompok hak asasi manusia dan pemerintahan asing karena laporan-laporan tentang tindakan keras dan pelanggaran HAM. Sekitar 1 juta warga dari etnis Uighur berada dalam tahanan aparat keamanan.
Pemerintah Cina di Beijing membantah adanya pelanggaran hak-hak umat Muslim di Xinjiang dan menyatakan, langkah keras diperlukan untuk menindak ekstremisme dan perpecahan di wilayah tersebut.
Harian pemerintah Global Times melaporkan, “tuntutan bahwa berbagai hal yang tidak mungkin halal harus mendapat label halal” telah memicu permusuhan terhadap agama dan memungkinkan Islam menembus kehidupan sekuler.
Sebagai bagian dari kampanye anti-halal tersebut, jaksa kepala Uighur di Urumqi lshat Osman menulis sebuah artikel berjudul: “Teman, Anda tidak perlu mencari restoran khusus halal untuk saya.”
BACA JUGA:Â Mengapa Ada Diskriminasi terhadap Muslim Uighur?
Warga Cina secara teoritis bebas mempraktekkan agama apa pun, tetapi mereka telah mengalami peningkatan pengawasan karena pemerintah berusaha mengawasi lebih ketat kegiatan ibadah agama.
Partai Komunis Cina Agustus 2018 mengeluarkan seperangkat peraturan yang direvisi yang mengatur perilaku anggotanya, mengancam hukuman atau pengusiran bagi siapa pun yang berpegang teguh pada suatu keyakinan agama. []
SUMBER: DW