SUKSES tarbiyah (pendidikan) yang dilakukan oleh Rasulullah shalallahu alahi wasallam bukan hanya terletak pada bagaimana mereka menjadi Muslim yang taat dan saleh. Namun lebih dari itu, mereka juga menjadi Muslim yang mampu mempertahankan, mengembangkan, dan meningkatkan kesalehan, kemampuan diri, dan potensi dirinya untuk kelak digunakan dalam perjuangan Islam.
Salah satu contoh keberhasilan tergambar pada diri Mu’adz Bin Jabal. Saat Rasulullah shalallahu alahi wasallam hendak mengutusnya ke negeri Yaman, beliau bertanya kepadanya. Terjadilah dialog seperti berikut:
Rasulullah shalallahu alahi wasallam: “Bagaimana engkau akan memutuskan perkara?”
BACA JUGA: Ini Cara Rasulullah Hindari Prasangka Buruk Orang
Muadz: “Aku akan memutuskan perkara dengan Kitabullah (Quran).”
Rasulullah shalallahu alahi wasallam: “Jika engkau tidak temukan putusannya dalam Quran?”
Muadz: “Aku akan memutuskan berdasarkan Sunnah Rasulullah shalallahu alahi wasallam”
Rasulullah shalallahu alahi wasallam: “Jika engkau tidak temukan putusannya dalam Sunnah?”
Mu’adz: “Aku akan berijtihad dengan pandanganku.”
Rasulullah shalallahu alahi wasallam: “Segala puji bagi Allah Yang telah memberi taufiq (bimbingan) kepada utusan Rasulullah shalallahu alahi wasallam ini.” (Musnad Ahmad juz 5 hal. 236).
Jadi, keberhasilan tarbiyah tidak semata-mata diukur dengan ketaatan, kepatuhan, atau ukhuwwah. Akan tetapi juga diukur dengan kemampuan diri mutarabbi (orang yang dibina) untuk melakukan tarbiyah dzatiyyah (ototarbiyah).
BACA JUGA: Ketika Orang Arab Badui Tidak Suka dengan Pemberian Rasulullah
Kemampuan tarbiyah dzatiyyah dapat dilihat dalam kemampuan seseorang mutarabbi menggulirkan aktivitas untuk mempertahankan, mengembangkan, dan meningkatkan diri sendiri oleh sendiri –tidak selalu mengandalkan pihak lain, termasuk murabbi- baik dalam hal kualitas imaniyyah atau ruhiyyah, wawasan dan intelektualitas, maupun dalam hal kemampuan-kemampuan dan kterampilan fisik-operasional.
Bahkan jika keberhasilan tarbiyah itu diindikasikan dengan perilaku-perilaku seperti ketaatan, kepatuhan dan ukhuwwah, maka ketahuilah bahwa hal itu tidak akan terwujud pada seseorang tanpa adanya kekuatan internal berupa kehendak untuk berubah. []