Oleh: Kesit Susilowati
(Peserta Kelas Menulis Islampos, Purwakarta)
KETIKA yang buta bisa melihat.
Ketika yang tuli mampu mendengar.
Ketika yang pincang mampu berlari.
Ketika teknologi peringan beban ditemukan, hingga prajurit dapat bergerak lincah sambil membawa aneka beban.
Ketika jaket penyamar penglihatan bisa menyembunyikan diri bak sihir.
Ketika kecepatan menjadi ambisi.
Ketika Ilmuwan terserap dalam pusaran ambisi, kapitalisme, ketamakan, uang, kekuasaan
Sudah siapkah kita dengan teknologi yang memintas tangan Tuhan?
Bukan mustahil semua itu menjadi kenyataan.
Ilmu pengetahuan dan kreativitas memintas jalan evolusi manusia. Moral dan etika bisa saja belum siap menerima semua perubahan yang terjadi begitu cepat.
Diluar penemuan inovasi kepandaian buatan (AI, Artificial intelegent), penemuan lain tak kalah membingungkannya dan membuat gegar jiwa. Sebut saja jasa sewa rahim yang marak dilakukan masyarakat miskin di negara-negara, seperti India, Thailand, Vietnam, dan beberapa negara Amerika Latin.
20 tahun lalu, topik ‘pinjam rahim’ ini telah menjadi perdebatan moral, padahal topik itu hanya ada dalam film seri ‘Sisteri’. Kini kasus itu seperti menjadi biasa. Rahim seperti berubah fungsi dari sebuah organ untuk membesarkan anak dengan diawali semua upacara pengesahnya. Rahim pada sorang wanita, ibarat salah satu jembatannya menuju surga.
Dalam kasus sewa rahim, kini rahim hanya ditempatkan sebagai ‘pabrik’. Semacam industri kapitalis, hanya industri ini dimiliki oleh individual.
Sebagai Umat Islam kita tentu sudah paham kenapa hal ini melanggar. Praktek sewa rahim hanya membuat silsilah bayi tak jelas.
Dari sisi kejiwaan, entah apa yang terjadi pada si bayi, dan si ibu rahim, maupun si ibu biologisnya. Sesungguhnya masalah jiwa, Tuhan telah menciptakan algoritmanya dalam bentuk kerumitan yang tak terpecahkan.
Sewa Rahim, hanya salah satu kasus bagaimana kemajuan ilmu pengetahuan yang berkolaborasi dengan kapitalisme menaklukan moral dan etika.
Lalu bagaimana dengan kasus-kasus inoveasi lain? Misalnya, seperti fantasi ini: Semacam seorang pelari yang dapat menaklukan ’lintasan’ hanya karena ia pernah operasi manipulasi persendian. Kecurangan inovasi biologis yang tak dapat terdeteksi oleh air kencing semata.
Si pemenang tak bisa dijerat Undang-undang kecurangan, karena undang-undangnya belum ada!
Itu memang hanya fantasi, Tapi itu bukan kemustahilan.
Seperti halnya fantasi Jules verne menjejak kaki di bulan, bertualang di dasar laut, mengelilingi bumi sekian hari. Semua itu awalnya fantasi. Namun, kita bisa melihatnya sekarang. Itu semua telah jadi kenyataan. []