Oleh: Hamsina Halik, A. Md.
as.saafa@gmail.com
Dari Abu Sa‘id Al Khudri, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda:
“Sungguh kalian akan mengikuti jejak umat-umat sebelum kalian, sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta, sehingga kalau mereka masuk ke dalam lubang biawak, niscaya kalianpun akan masuk (mengikuti) ke dalamnya.
Mereka (para sahabat) bertanya:
Wahai Rasulullah, apakah mereka kaum Yahudi dan Nasrani?
Lalu beliau berkata, Siapa lagi kalau bukan mereka.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menjelaskan,
“Tidak diragukan lagi bahwa umat Islam ada yang kelak akan mengikuti jejak Yahudi dan Nashrani dalam sebagian perkara”. (Majmu’ Al Fatawa, 27:286)
BACA JUGA: Hanya Saling Mendoakan dan Ucapin Selamat Tahun Baru Masehi, Masa sih Gak Boleh?
Dari Ibnu ‘Umar, Nabi saw bersabda,
“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka”. (HR.Ahmad 2:50 dan Abu Daud no.4031)
Maka benarlah apa yang digambarkan pada hadist diatas terhadap kondisi sebagian besar umat Islam kini. Mengaku Islam tapi sesungguhnya jauh dari agamanya. Bahkan, sangat sulit dibedakan mana muslim dan non muslim. Mengakui Al Qur’an sebagian pedoman hidup, tapi sungguh sangat jauh dari tuntunan Al Qur’an. Hingga makna syahadat baginya pun patut dipertanyakan. Sekadar ucapan dilisankah?
Bukan Hari Raya Umat Islam
Penghujung tahun, setiap tahunnya, sudah menjadi hal yang lumrah merayakan pergantian tahun ditengah-tengah masyarakat. Mulai dari syukuran tersetting Islami hingga pesta penuh ikhtilat dan maksiat. Senang bercampur bahagia, masalah terlupakan seketika. Terlena dalam balutan kenikmatan duniawi, kebahagiaan satu malam. Tak lupa terompet, lonceng dan kembang api menyertai mereka dalam meriahkan kebahagiaan satu malam itu.
Perlu diketahui bahwa perayaan tahun baru Masehi (new year’s day, al ihtifal bi ra`si as sanah) bukan hari raya umat Islam, melainkan hari raya kaum kafir, khususnya kaum Nashrani. Penetapan 1 Januari sebagai tahun baru yang awalnya diresmikan Kaisar Romawi Julius Caesar (tahun 46 SM), diresmikan ulang oleh pemimpin tertinggi Katolik, yaitu Paus Gregorius XII tahun 1582. Penetapan ini kemudian diadopsi oleh hampir seluruh negara Eropa Barat yang Kristen sebelum mereka mengadopsi kalender Gregorian tahun 1752. (www.en.wikipedia.org; www.history.com)
Selain dari kedua hari raya umat Islam, maka haram hukumnya untuk merayakan pergantian tahun baru buat umat Islam. Karena, tahun baru bukanlah hari raya umat Islam. Adapun dalil keharamannya ada 2 (dua);
Pertama, dalil umum yang mengharamkan kaum muslimin menyerupai kaum kafir (tasyabbuh bi al kuffaar. Firman Allah SWT yang artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu katakan (kepada Muhammad) ‘Raa’ina’ tetapi katakanlah ‘Unzhurna’ dan ‘dengarlah’. Dan bagi orang-orang kafir siksaan yang pedih.” (QS Al Baqarah : 104).
Imam Ibnu Katsir menafsirkan ayat ini dengan mengatakan Allah SWT telah melarang orang-orang yang beriman untuk menyerupai orang-orang kafir dalam ucapan dan perbuatan mereka. Karena orang Yahudi menggumamkan kata ‘ru’uunah’ (bodoh sekali) sebagai ejekan kepada Rasulullah SAW seakan-akan mereka mengucapkan ‘raa’ina’ (perhatikanlah kami). (Tafsir Ibnu Katsir, 1/149).
Dalil umum lainnya sabda Rasulullah SAW, “Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka.” (HR Ahmad, 5/20; Abu Dawud no 403). Imam Ibnu Hajar Al Asqalani mengatakan sanad hadits ini hasan. (Fathul Bari, 10/271).
Hadits tersebut telah mengharamkan umat Islam menyerupai kaum kafir dalam hal-hal yang menjadi ciri khas kekafiran mereka (fi khasha`ishihim), seperti aqidah dan ibadah mereka, hari raya mereka, pakaian khas mereka, cara hidup mereka, dll. (Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah, 12/7; Ali bin Ibrahim ‘Ajjin, Mukhalafatul Kuffar fi As sunnah An Nabawiyyah, hlm. 22-23).
BACA JUGA: Ini Alasan Kuat Mengapa Muslim Dilarang Merayakan Tahun Baru Masehi
Kedua, dalil khusus yang mengharamkan kaum muslimin merayakan hari raya kaum kafir. Dari Anas RA, dia berkata,
”Rasulullah SAW datang ke kota Madinah, sedang mereka (umat Islam) mempunyai dua hari yang mereka gunakan untuk bermain-main. Rasulullah SAW bertanya,’Apakah dua hari ini?’ Mereka menjawab, ’Dahulu kami bermain-main pada dua hari itu pada masa Jahiliyyah.’ Rasulullah SAW bersabda,’Sesungguhnya Allah telah mengganti dua hari itu dengan yang lebih baik, yaitu Idul Fitri dan Idul Adha.” (HR Abu Dawud, no 1134).
Hadits ini dengan jelas telah melarang kaum muslimin untuk merayakan hari raya kaum kafir. (Ali bin Ibrahim ‘Ajjin, Mukhalafatul Kuffar fi As sunnah An Nabawiyyah, hlm. 173).
Lalu, apa yang harus kita Lakukan?
Sebagai muslim sebaiknya kita tak menyia-nyiakan waktu yang diberikan untuk hal-hal yang tak berguna apalagi yang dipenuhi dengan maksiat, larut dalam euforia malam tahun baru yang melenakan. Muhasabah atau introspeksi diri bisa jadi pilihan. Mengingat kembali sudah seberapa jauh kita beramal baik dan sudah seberapa banyak kita melanggar aturan Allah SWT.
Hisablah diri kita, sebagaimana perkataan Khalifah Umar ra.
“Hisablah diri kalian sebelum kalian dihisab, timbanglah diri kalian sebelum (amal) kalian ditimbang, karena lebih ringan bagi kalian tatkala kalian dihisab kelak, jika kalian menghisab diri kalian sekarang.”
BACA JUGA:
Seorang mukmin mengetahui bahwasanya kehidupan dunia ini diciptakan untuk diisi dengan ketaatan kepada Allah, mentauhidkanNya, dan untuk mewujudkan peribadatan kepadanya. Allah berfirman:
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. Adz-Dzariyaat: 56).
Maka, marilah kita berkomitmen agar kedepannya semakin lebih baik lagi. Berhijrah sepenuhnya, berbuat taat dan takwa untuk meraih kebahagiaan hakiki, semata-mata mendapatkan ridho Allah SWT. Karena, syahadat bukan sekedar dilisan saja. Namun, perlu aksi nyata. Wallahu a’lam. []
OPINI ini adalah kiriman pembaca Islampos. Kirim OPINI Anda lewat imel ke: islampos@gmail.com, paling banyak dua (2) halaman MS Word. Sertakan biodata singkat dan foto diri. Isi dari OPINI di luar tanggung jawab redaksi Islampos.