DI negeri kita Indonesia , umumnya kita mengacu pada kalender Masehi. Maka, tak heran jika banyak orang yang lebih tertarik pada pergantian tahun Masehi daripada Hijriyah. Ya, banyak orang Islam yang memang suka merayakan pergantin tahun Masehi. Hingga, mereka rela mengurangi waktu istirahatnya hanya untuk bersenang-senang menikmati malam pergantian tahun.
Tapi, sebagai seorang Muslim, tentu kita tahu bahwa tahun baru Masehi bukanlah dari Islam. Sedang, jika kita merayakannya, itu sama halnya kita seperti mereka –orang-orang di luar Islam—. Nah, ada alasan lain yang memang menjadi latarbelakang dilarangnya merayakan tahun baru. Apakah itu?
Pertama, pemborosan. Ya, merayakan tahun baru, khususnya dengan acara musik dan pesta kembang api serta acara sejenisnya, pastilah membutuhkan dana yang tidak sedikit. Hal ini termasuk bentuk pemborosan yang dibenci oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Rasulullah ﷺ bersabda, “Sesungguhnya Allah membenci tiga hal pada kalian; kabar burung, membuang-buang harta, dan banyak bertanya,” (HR. Bukhari).
Baca Juga: Selamatkan Remaja Muslim dari Euforia Tahun Baru
Kedua, begadang sepanjang malam.Salah satu bentuk perayaan tahun baru yang paling umum adalah menunggu detik-detik pergantian tahun, yakni tepat pukul 00:00. Dengan demikian, orang-orang yang merayakan tahun baru, mereka begadang hingga dini hari.
Begadang yang tidak memiliki kemaslahatan merupakan salah satu hal yang dibenci oleh Rasulullah. Jika tidak ada keperluan penting, Rasulullah biasa tidur di awal malam. Nabi ﷺ membenci tidur sebelum shalat isya’ dan ngobrol setelah isya’ (HR. Bukhari).
Ketiga, meninggalkan shalat. Seringkali, karena begadang sepanjang malam dan baru tidur menjelang fajar atau pagi hari, orang yang merayakan tahun baru meninggalkan Shalat Shubuh. Bahkan, terkadang shalat Isya’ juga tidak dihiraukan karena acara perayaan sudah dimulai sejak petang. Meninggalkan shalat adalah salah satu dosa besar. Bahkan meninggalkan shalat dengan sengaja, bisa menjerumuskan seseorang ke dalam kekufuran.
Baca Juga: Masyarakat Bekasi Diimbau Sambut Tahun Baru dengan Zikir
Keempat, menyia-nyiakan waku. Merayakan tahun baru dengan berbagai bentuk aktivitasnya, apalagi yang hura-hura, adalah termasuk menyia-nyiakan waktu. Padahal, dalam Islam, waktu sangatlah berharga. Sehingga Allah bersumpah demi waktu. Dan di akhirat nanti, seseorang juga tidak bisa beranjak dari tempatnya hingga ditanya waktunya untuk apa dihabiskan.
Imam Syafi’i membuat kesimpulan yang sangat tepat terkait dengan waktu, “Jika dirimu tidak tersibukkan dengan hal-hal yang baik (haq), pasti akan tersibukkan dengan hal-hal yang sia-sia (batil).”
Kelima, ikhtilath. Perayaan tahun baru umumnya tidak memisahkan antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram. Sehingga terjadilah ikhtilath yang luar biasa. Bersentuhan lawan jenis menjadi tidak terelakkan, bahkan memang disengaja.
Baca Juga: Sejarah Penetapan Awal Tahun Baru Islam
Rasulullah ﷺ, “Ditusuknya kepala seseorang dengan pasak dari besi, sungguh lebih baik baginya daripada menyentuh wanita yang bukan mahramnya,” (HR. Thabrani; shahih).
Keenam, hal-hal haram. Perayaan tahun baru dengan musik dan acara sejenis, kadang juga disertai dengan hal yang jelas-jelas haram. Misalnya minuman keras. Jika ini yang dilakukan tentu dosanya semakin banyak.
Ketujuh, terjerumus zina. Termasuk hal yang paling parah dalam perayaan tahun baru adalah terjerumus zina. Ini bukan kekhawatiran semata, karena faktanya banyak berita yang melaporkan pembelian kondom meningkat menjelang tahun baru dan paginya di tanggal 1 Januari ditemukan banyak kondom bekas di lokasi perayaan tahun baru. []
SUMBER: BERSAMA DAKWAH