JAKARTA–Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) memprediksi akan ada lebih dari 2.500 kejadian bencana di 2019. Prediksi ini merupakan bentuk antisipasi sehingga ada kesiapan mitigasi.
“Diprediksi kejadian bencana selama 2019 lebih dari 2.500 kejadian bencana yang terjadi di seluruh wilayah Indonesia,” kata Kapusdatin dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho dalam pemaparan yang disampaikan kepada wartawan di kantornya, Kemayoran, Jakarta, Senin (31/12/2018).
Di 2019, bencana hidrometeorologi diprediksi masih mendominasi. Bencana ini seperti banjir, longsor, hingga puting beliung. Sutopo memaparkan 95% bencana adalah hidrometeorologi.
BACA JUGA: Jumlah Korban Tsunami Selat Sunda Terbaru: 437 Orang Tewas, 14.059 Luka
“Masih luasnya kerusakan DAS, lahan kritis, laju kerusakan hutan, kerusakan lingkungan, perubahan penggunaan lahan, dan tingginya kerentanan menyebabkan bencana hidrometeorologi meningkat,” kata Sutopo.
Sutopo menyebutkan bahwa laju perubahan lahan pertanian menjadi lahan non-pertanian berada di angka 110.000 hektare per tahun. Adapun luas lahan kritis yakni 14 juta hektare.
“Diprediksi selama 2019, musim akan normal. Tidak ada El Nino dan La Nina yang menguat intensitasnya sehingga musim penghujan dan kemarau bersifat normal,” ujar dia.
Dia menambahkan, bencana banjir dan longsor masih akan banyak terjadi di daerah-daerah yang rawan bencana tersebut. Selain itu, meski bisa diantisipasi, kebakaran hutan masih akan terjadi.
“Penyelenggaraan Pemilu Legislatif dan Presiden-Wakil Presiden pada 17 April 2019 akan berpengaruh dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana sehingga perlu diantisiapasi sejak dini,” ujar dia.
Sebagai gambaran, menurut rekapitulasi BNPB per 30 Desember 2018, ada 1.245 kejadian bencana yang terjadi selama tahun ini. Tahun lalu ada 2.862 kejadian bencana dengan jumlah korban jiwa mencapai 378 orang.
Jumlah bencana memang tak berbanding lurus dengan jumlah korban jiwa. Sebagai contohnya di tahun 2004 ada 774 atau lebih sedikit dari tahun ini. Namun pada tahun 2004 ada 166.388 korban meninggal dunia dan hilang.
“Diprediksi gempa akan terjadi selama 2019. Rata-rata setiap bulan ada sekitar 500 kejadian gempa di Indonesia. Gempabumi tidak dapat diprediksikan secara pasti di mana, berapa besar dan kapan. Namun diprediksikan gempa terjadi di jalur subduksi di laut dan jalur sesar di darat. Perlu diwaspadai gempa-gempa di Indonesia bagian timur yang kondisi seismisitas dan geologinya lebih rumit dan kerentanannya lebih tinggi,” papar Sutopo.
Selain gempa, potensi tsunami juga ada. Potensi tsunami bergantung pada besaran gempa bumi dan lokasinya.
BACA JUGA: Takut Tsunami, Satu per Satu Wisatawan Batalkan Rencana Tahun Baruan di Pulau Seribu
“Jika gempa lebih dari 7 SR, kedalaman kurang dari 20 km dan berada di jalur subduksi maka potensi tsunami. Sistem peringatan dini tsunami sudah lebih baik dibandingkan sebelumnya,” kata Sutopo.
Kemudian mengenai erupsi gunung api, tak dapat diprediksikan kapan berakhirnya. Setiap gunung memiliki karakteristik yang berbeda-beda.
“Dari 127 gunung api di Indonesia, saat ini terdapat 1 gunung berstatus Awas, 4 gunung berstatus Siaga, dan 16 gunung berstatus Waspada,” papar Sutopo.
Gunung yang berstatus awas adalah Sinabung, relokasi warga di wilayah terdampak diharapkan rampung pada 2019. Gunung yang berstatus siaga di antaranya adalah Soputan (berpotensi erupsi yang bersifat fluktuatif), Gunung Anak Krakatau, Gunung Agung, dan gunung yang berstatus waspada adalah Merapi.
“Gunung Merapi masih akan meningkat aktivitas magmatic tetapi tidak akan terjadi erupsi besar,” ungkap Sutopo. []
SUMBER: DETIK