Oleh: Imam Nawawi
Ketua Umum [PENA] Penulis Muda Indonesia
builmia2000@gmail.com
SATU fakta yang kerap kita temukan tatkala musibah telah berlalu adalah saling tuding, saling lempar tanggung jawab, pada saat yang sama saling menyalahkan juga terus terjadi. Tentu saja respon yang demikian setelah musibah terjadi merupakan hal yang tidak elok untuk dilakukan apalagi dipertontonkan. Disini memang diperlukan mindset tentang bagaimana menyikapi musibah dengan cara segera melakukan upaya-upaya konstruktif guna menghadirkan solusi dan mengakhiri ketidakbaikan semakin meluas terjadi.
Secara saintifik setiap musibah seperti tsunami, gempa bumi, dan erupsi memiliki penjelasan empiris. Akan tetapi pada kenyataannya semua itu juga belum menjadikan sisi pencegahan berjalan dengan baik, terlebih ketika diketahui ternyata alat yang semestinya ada dan berfungsi menjadi tidak dapat diandalkan sehingga tsunami yang terjadi terakhir ini memakan korban begitu banyak karena tidak terdeteksi.
BACA JUGA: Pakar Dunia: Jepang Pun belum tentu bisa Deteksi Tsunami Selat Sunda
Tentu kita tidak ingin kejadian semacam ini kembali terulang di masa depan. Tsunami selat Sunda mesti menjadikan semua pihak dapat memperbaiki diri menjalankan tugas dengan nilai-nilai pengabdian yang tulus kepada ilahi robbi agar semua keterbatasan yang ada tidak mendorong diri kehilangan semangat dan kreativitas dalam menjalankan amanah. Sekalipun secara politis kita berharap kebijakan kebijakan anggaran yang memadai untuk menunjang kinerja lebih baik dari lembaga yang mengurusi masalah alam yang berkaitan dengan potensi musibah yang menimpa rakyat dapat benar-benar diwujudkan.
Pada saat yang sama penting juga kita melihat sisi teologis dari sebab datangnya sebuah musibah. Karena pada dasarnya alam adalah makhluk Allah yang diciptakan sebagai lahan manusia melakukan kebaikan-kebaikan. Oleh karena itu alam tidak memiliki kehendak seperti manusia sekalipun Tuhan telah memberikan ketetapan perihal bagaimana alam mesti hidup berkembang dan terus menjalankan fungsinya sebagai tempat manusia menjalani kehidupan.
Dengan kata lain alam tidak memiliki kemampuan untuk melakukan tindakan tindakan destruktif atas inisiatif dirinya. Sebab alam hanya tunduk pada kehendak Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Mari kita lihat, ketika bencana banjir menimpa suatu daerah misalnya, apakah itu kehendak sungai? Tentu saja bukan! Artinya kerapkali sebuah bencana terjadi dikarenakan alam diperlakukan secara tidak tepat, tidak benar, bahkan tidak jarang diperlakukan secara tidak beradab oleh manusia itu sendiri.
Hal ini menunjukkan bahwa sesungguhnya musibah juga berkorelasi kuat dengan perilaku umat manusia. Ketika manusia mendahulukan keserakahan di atas kemaslahatan maka hutan akan digunduli demi alasan ekonomi. Perlahan-lahan kerusakan terjadi. Pada pada saat tiba musim hujan, air yang tadinya diserap oleh akar pepohonan menjadi tidak tertahan sehingga melibas konstruk tanah yang sudah labil kemudian membesar dan bergelombang menghantam apapun yang ada di depannya itulah yang kita sebut dengan musibah banjir.
Demikian pula halnya dengan musibah-musibah lainnya. Syekh Ali Jaber dalam satu atau syiar yang begitu viral di media sosial menjelaskan bahwa dalam satu hari air laut memohon izin kepada Allah Subhanahu wa ta’ala untuk membunuh anak manusia. Namun Allah Subhanahu Wa Ta’ala mencegahnya. Dan, ketika memberikan izin kepada air laut pun Allah membatasi agar tidak semua dimusnahkan. Ini menunjukkan bahwa pada dasarnya musibah sangat berkorelasi kuat dengan perilaku umat manusia.
Dengan demikian segenap pihak di negeri ini mesti merespon musibah secara menyeluruh sehingga perbaikan yang dilakukan bukan sebatas pada dimensi fisik dan material serta ekonomi warga tetapi juga religiusitas dan adab mereka. Hal ini sangat penting agar musibah dapat Allah cegah dan tidak menimpa kita. andai pun musibah kembali terjadi disaat upaya untuk memperbaiki terus diupayakan maka sungguh itu adalah benar-benar kasih sayang Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang tentunya akan diikuti oleh limpahan rahmat dan berkah dari sisi-Nya. sebab Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda, “Apabila Allah mencintai suatu kaum maka dia akan mengujinya.”
Oleh karena itu perlu sinergi banyak pihak agar musibah ini dapat menjadikan kita semua sadar bahwa ada Allah subhanahu wa ta’ala yang mengatur kehidupan ini yang mengendalikan kehidupan ini secara mutlak sesuai dengan kehendak-Nya. Sebagaimana spirit para pendiri bangsa yang mengakui rahmat Allah Subhanahu Wa Ta’ala maka saat ini pun terutama ketika musibah telah terjadi kita harus mengakui bahwa kita telah bersalah dan karena itu berupaya untuk terus memperbaiki diri. Membuang segala sikap keserakahan, mengubur segala bentuk kebohongan, dan memerangi segala bentuk kemaksiatan.
BACA JUGA: Bencana Datang Bertubi-tubi, Apa Penyebabnya?
Tsunami Selat Sunda harus benar-benar menjadi pelajaran, yang disikapi dengan perilaku lebih sigap di dalam menghadapi ancaman musibah secara saintifik dan pada saat yang sama juga disikapi dengan komitmen memperbaiki diri senantiasa tunduk taat kepada titah Ilahi.
Inilah langkah strategis yang harus kita mulai untuk menjadikan Indonesia kedepan lebih baik dan lebih dekat dengan berkah dan rahmat Allah Subhanahu Wa Ta’ala. []
Kirim OPINI Anda lewat imel ke: islampos@gmail.com, paling banyak dua (2) halaman MS Word. Sertakan biodata singkat dan foto diri. Isi di luar tanggung jawab redaksi.