Oleh: Hafidhah Silmi S. AP
Alumni kebijakan publik Universitas Brawijaya
BERAWAL dari rasa penasaran saya ketika mengikuti drama korea yg dibintang Hyun bin dan Park Shi Hye yang berjudul Memories of the Alhambra. Drama yg menurut saya antimainstream. Setidaknya, selama 4 episode pertama yg sudah ditayangkan, belum ada adegan sentimentil ala sinetron Indonesia.
Drama ini emang mengangkat kisah tentang seorang pengusaha pengembang game AR yang sedang berpetualang ke granada spanyol untuk menguji coba game AR (Augmented Reality) hasil kreasi seorang pemuda korea yang sudah lama tinggal di granada.
Game buatan si pemuda ini, bersetting tempat di kerajaan alhambra sekitar tahun 1492 M. Pemain game dalam drama ini dikisahkan akan menghadapi tentara aragon yang sangat tangguh agar bisa naik ke level yang lebih tinggi. Digambarkan dalam drama, sosok tentara aragon sangat lihai dalam menaklukkan lawan. Bersembunyi dibalik sudut istana Alhambra. Sangat sulit bagi pemain game untuk bisa menaklukkan pasukan aragon.
Tampaknya, ada hal menarik dari sejarah andalusia (spanyol) hingga di penulis naskah drama korea “Memories of the Alhambra” membuat setting game era 1492M. Saya sebagai penonton-pun dibuat penasaran dengan apa yang terjadi di Alhambra tahun 1492 M.
BACA JUGA: 3 Panglima Penakluk Andalusia
Mengapa tentara aragon berkeliaran bebas di alhambra pada tahun 1492 M? Pdhal alhambra adalah pusat kekuasaan Islam? Kemana pasukan Islam di tahun itu? Ada apa dengan kesultanan andalusia di tahun itu?
Taukah anda, di tahun 1492 M itu, adalah tahun keruntuhan kerajaan spanyol (andalusia)..
Di tahun itu, pasukan kaum muslimin andalusia, berperang melawan kerajaan Aragon pimpinan Raja Ferdinand dan Ratu Isabella yang terkenal bengis. Seluruh wilayah Andalusia seperti Cordoba, Sevilla, Toledo dikuasai pasukan Aragon. Dan yang tersisa tinggal granada. Sebagai satu satunya kota yang bertahan dari invasi pasukan aragon.
“Menangislah seperti perempuan menangisi miliknya yg hilang. Jika KAMU tak bisa mempertahankannya selayaknya lelaki mempertahankan apa yang menjadi miliknya.”
Itu adalah kalimat yang diucapkan oleh ibu Sultan Muhammad XII Abu Abdillah an Nashriyyah, raja terakhir Bani Ahmar, ketika dia dan kluarganya terusir dari istananya yang megah. ALHAMBRA .
Dari atas bukit al bayzin, sang sultan menangis melihat istananya dan kota kemerahan Granada yg dulu pernah menjadi simbul kekuasaannya. Adegan itu sangat dikenang dalam sejarah hingga bukit al bayzin di juluki el ultimo suspiro del moro (tangisan terakhir orang moor)
Abu Abdillah An Nasyriyyah tidak berhasil mempertahankan kekuasaannya ketika datang serangan dari dua kerajaan Kristen yang bersatu, Raja Ferdinand V dan Ratu Isabella.
Pada pertengahan 1491, Raja Ferdinand V mengepung Granada selama tujuh bulan. Granada, pun akhirnya tunduk, tepatnya tanggal 2 Januari 1492 M/2 Rabiul Awwal 898 H. Kota ini diserahkan oleh raja terakhir Bani Ahmar, Abu Abdillah. Prosesi penyerahan Granada dilakukan di halaman Istana Alhambra.
Keberhasilan Raja Ferdinand V dan Ratu Isabella menguasai Granada, membuat Paus Alexander VI (1431-1503) memberi gelar kepada raja dan ratu ini sebagai “Catholic Monarch” atau “Los Reyes Catolicos” atau Raja Katolik.
Kejatuhan Daulah Bani Ahmar merupakan akhir sejarah kejayaan Islam di Spanyol. Pasca kejatuhan kerajaan Islam terakhir ini, umat Islam diberi dua pilihan: berpindah keyakinan (masuk Kristen) atau keluar dari tanah Spanyol.
Abad 16, Andalusia (Spanyol) yang selama 8 Abad dalam kekuasaan Islam, bersih dari keberadaan umat Islam. Kemegahan dan keindahan Istana Alhambra pun luntur setelah menjadi Istana Kristen. Demikian pula Masjid Cordova yang dijadikan katedral “Virgin of Assumption”.
Sejak jatuhnya granada ke tangan Ferdinan V dan Isabella, kaum muslimin tidak diberi ruang untuk hidup dan menjalankan hak haknya sebagai seorang muslim. Mereka diberi pilihan pindah agama menjadi kristen atau meninggalkan spanyol. Mereka yang bertahan di spanyol, disiksa dengan sangat mengerikan. Dijatuhi hukuman inkuisisi yang tidak manusiawi. Salah satu contoh hukumannya adalah dengan memasukkan seorang muslim ke peti jenazah yang sudah ditancapi paku paku berkarat.hingga tubuhnya terkoyak oleh paku.
BACA JUGA: Granada, Kerajaan Islam Terakhir yang Runtuh di Bumi Andalusia
Tidak hanya itu. Mereka juga dijatuhi hukuman ditusuk tubuhnya seperti kambing guling. Tidak boleh menggunakan nama nama Islam. Mereka yang memiliki nama nama Islam harus diganti menjadi nama nama kristiani. Yang murtad-pun tidak liput dari penindasan. Mereke diberi topi sanbenito untuk mencirikan bahwa merrka adalah kaum muslimin yang murtad. Mereka tidak bisa hidup dengn tenang meski sudah murtad. Hak hak hidup mereka dipersulit oleh penguasa kala itu.
Namun Islam tidak benar-benar lenyap di negeri ini. Kini umat Islam di Spanyol diperkirakan sudah mencapai 750rb orang (sensus tahun 2000). Di Madrid ada 500 ribu Muslim, kebanyakan imigran asal Maroko, Algeria, dan negara-negara Arab lain. Gema adzan mulai marak berkumandang di masjid dan banyak pula para pesepakbola Muslim di klub sepakbola elit. Hal ini semakin menguatkan eksistensi Islam di spanyol setelah 500 tahun diberangus dengan mahkamah inkuisisi.
Semoga kejayaan Islam muncul kembali di Andalusia. Dengan berkembangnya gerakan Islamisasi di eropa. []
OPINI ini adalah kiriman pembaca Islampos. Kirim OPINI Anda lewat imel ke: redaksi@islampos.com, paling banyak dua (2) halaman MS Word. Sertakan biodata singkat dan foto diri. Isi dari OPINI di luar tanggung jawab redaksi Islampos.