BAGI sebagian orang musim hujan bisa menjadi hambatan saat mereka menggelar acara semisal hajatan. Selain itu, ancaman banjir dan tanah longsor juga kerap terjadi pada musim hujan. Namun tidak bagi Santoso Joko Purnomo alias Joko Mentek yang berprofesi sebagai pawang hujan. Baginya musim hujan adalah musim untuk mengais rezeki sebanyak mungkin.
Pria asal Semarang Jawa Tengah ini sudah belasan tahun menekuni profesi sebagai pawang hujan. Para pengguna jasanya pun tak hanya berasal dari Kota Semarang, tapi juga luar Pulau Jawa, seperti Sumatra dan Kalimantan.
BACA JUGA: Musim Hujan, Hangatkan dengan 7 Minuman Tradisional Ini
“Saat ini saya sudah kontrak dengan salah satu perusahaan rokok. Kebetulan dia ada event musik di berbagai daerah, seperti Lahat, Lampung, Subang, Jakarta, bahkan Banjarmasin,” ujar Joko saat berbincang dengan Semarangpos.com di kompleks Taman Budaya Raden Saleh (TBRS) Kota Semarang, Kamis (10/1/2019).
Joko menambahkan menjadi pawang hujan sebenarnya bukanlah cita-citanya. Sebelum menjadi pawang hujan, pria berusia 57 tahun itu sempat bekerja sebagai karyawan BUMN di PT PLN.
Namun, ia memutuskan mengundurkan diri dari PLN setelah akan dimutasi ke Bali atau Kalimantan. Setelah itu, ia pun bekerja di Palang Merah Indonesia (PMI) Kota Semarang.
“2006 lalu saya memutuskan berhenti dari PMI. Sudah enggak kuat. Setiap hari antar jemput jenazah. Ibaratnya, setiap kali pergi diiringi tangisan orang. Itu membuat saya sedih,” cerita Joko.
Pasca-berhenti dari PMI, Joko mulai menekuni profesi sebagai pawang hujan. Awal kariernya bermula saat diminta salah satu kolega menjadi pawang hujan pada acara seni di Semarang.
“Teman saya itu tahu kalau sejak dulu saya memang punya kemampuan pawang hujan dan kebetulan berhasil. Sejak saat itu banyak yang pakai jasa saya,” tutur Joko.
Sejak acara itu, Joko mulai kerap mendapat panggilan menjadi pawang hujan. Klien warga Perum Korpri, Sambiroto, Tembalang, itu beraneka ragam, mulai dari pejabat pemerintah, akademisi, hingga artis ibu kota yang menggelar pertunjukkan di Semarang, seperti pedangdut Via Vallen pada acara Gebyar Samsat di area CFD Jl. Pahlawan, 26 November lalu.
“Saya enggak punya kemampuan khusus. Kemampuan ini saya peroleh secara turun temurun dari kakek. Ritualnya juga enggak neko-neko, enggak butuh kembang sesaji atau jimat. Cukup berikhtiar dengan cara begadang selama 1×24 jam sebelum acara,” imbuh Joko.
Dalam menjalankan tugasnya, Joko mengaku sebenarnya dirinya tidak bisa menghentikan atau menolak hujan. Hujan, menurutnya hanya mampu dikendalikan oleh Sang Pencipta.
“Saya itu hanya berusaha mengendalikan awannya. Jadi kalau pas ada acara awannya terlihat mendung, saya geser ke tempat lain. Kalau menghentikan, apalagi menolak [hujan] jelas enggak bisa. Itu kuasa Gusti Allah,” jelas Joko.
BACA JUGA: Hujan Itu Berkah, Bukan Penyebab Sakit
Kendati demikian, banyak klien yang tetap percaya dengan kemampuan Joko menghentikan hujan. Bahkan untuk menggunakan jasa Joko, mereka tak segan memberi bayaran hingga jutaan rupiah.
Untuk acara nikahan, Joko biasanya mendapat bayaran Rp1,25 juta setiap harinya. Namun, untuk acara berskala besar, seperti konser musik atau event lainnya, Joko mematuk tarif sekitar Rp1,5 juta per bulan.
“Alhamdulillah, ini mungkin jalan rezeki saya. Kebetulan banyak kliennya yang percaya sehingga diberi kemudahan. Setiap bulan, kalau pas sepi order ya bisa dapat Rp10 juta per bulan. Kalau pas ramai seperti sekarang ini, syukur-syukur bisa mengantongi Rp20 juta per bulan,” ujar pawang hujan yang kerap mengenakan kaus dan bercelana jin itu. []
SUMBER: SEMARANGPOS