AKU belajar dari hujan tentang kesanggupan menghargai kebersamaan. Sebab hujan selalu tak pernah datang sendiri. Hingga, aku pun meyakini melakukan pendampingan untuk seseorang yang kucintai haruslah sepenuh hati. Malu rasanya jika tidak berlaku demikian. Sebab hujan saja begitu setia bergandeng rintik untuk menciptakan deras, bagaimana mungkin diriku terpikir menyerah mendampingi seseorang yang kucintai saat hidupnya menemu kalah.
Aku belajar dari hujan tentang kesanggupan menghargai kenangan. Hujan kerap mengingatkanku pada hal-hal yang sudah kulewati, baik kebahagiaan, mau pun kesedihan. Tetapi, satu hal yang paling romantis dari hujan ialah tetap kembali meski harus sakit karena jatuh ribuan kali. Kadangkala pasanganku kerap membuat diriku tersakiti tetapi rasa cintaku yang sedemikian besar membuatku tetap kembali berusaha menyadarkannya bahwa penerimaanku bukan sebagai bentuk kekalahan, tetapi sebagai cara untuk membuatnya tenang saat membutuhkan pelampiasan amarah. Ketika ia sudah tenang, aku yakin ia akan sadar telah kusediakan ruang di hatiku untuk menampung kata maaf sebagai wujud penyadaran hakikatnya cinta tak boleh saling menyakiti.
Baca Juga: Hujan Itu Berkah, Bukan Penyebab Sakit
Aku belajar dari hujan tentang menyempurnakan kesabaran dengan pengakhiran yang teramat manis. Lihat saja, saat kedatangannya kerap diawali mendung, kadang disertai angin, dicambuk petir, tetapi semua itu tidak pernah menghentikannya untuk berbagi kebahagiaan. Lalu, di ujung pengabdiannya kerap diberi anugerah pelangi-tujuh warna keabadian yang teramat mengesankan. Begitulah cara Tuhan membalas kesanggupan ikhlas menjalani ujian hidup, cepat atau lambat pasti akan bernilai kebaikan yang membawa pada puncak kebahagiaan.
Baca Juga: Artis hingga Pejabat jadi Kliennya, Pawang Hujan Ini Ngaku Tak bisa Tolak Hujan
Aku belajar dari hujan bagaimana tegasnya memberi teguran pada mereka yang meremehkan. Lihatlah, meski pun hujan hanya rintik yang bergandengan menjatuhkan air, namun bisa menjelma banjir. Maka, aku pun demikian saat orang meremehkan kemampuanku pada saat itulah akan menegur mereka dengan hasil kerja kerasku. Prinsipnya sekecil apa pun peluang meraih sukses akan tetap kukejar hingga membesar, walau direndahkan tetap tak akan membuat keyakinanku berkurang bahwa siapa yang bersungguh-sungguh pasti mendapat. Biarlah semua orang sibuk menertawakanku, sebab pada saat itu aku menyibukkan hal yang lebih penting yakni berkerja untuk sebuah kesuksesan nyata. []
Arief Siddiq Razaan, 13.09.2015
*Kudedikasikan untuk kakakku Hesti Bintunahel-perempuan pemuja hujan.