JAKARTA—Seorang PNS Kemenag Kantor Wilayah NTB terkena Operasi Tangkap Tangan (OTT) karena meminta jatah atau pungli ke pengurus masjid dalam dana rehab masjid pascagempa.
Tangkap tangan terhadap pelaku terkait bencana ternyata bukan pertama kali terjadi di NTB. Kasus serupa sebelumnya pernah terjadi pada September 2018 lalu.
BACA JUGA: Polisi Tangkap Tangan Staf Kemenag yang Lakukan Pungli Bantuan Masjid Terdampak Gempa Lombok
Pakar Hukum Pidana Universitas Jenderal Sudirman, Prof Hibnu Nugroho, mengungkapkan pelaku tindak korupsi dan pungli dewasa ini lebih memprihatinkan.
Menurut Hibnu, pelaku tak tanggung-tanggung dalam melakukan aksi korupsi meski berkaitan dengan kemaslahatan umat.
“Inilah yang paling kita khawatirkan, konteks revolusi mental yang digaungkan pemerintah belum membumi sampai ke bawahan, ini yang harus ditanam,” ucap Hibnu, Rabu (16/1/2019).
Selain itu, menurut Hibnu, hukuman terhadap pelaku pungli juga kurang memberikan efek jera. Pakar hukum pidana itu menyarankan, kasus pungli pascagempa seharusnya diberikan hukuman yang maksimal.
“Hukuman kasus pungli kan biasa-biasa semua, padahal ini masuk kategori tipikor, extraordinary crime tapi kok vonisnya biasa-biasa. Tidak ada efek jera,” ungkapnya.
“Harusnya diberikan hukuman maksimal atau harusnya 20 tahun,” sambungnya.
Hakim, lanjut Hibnu, sebaiknya melakukan inovasi dalam menghukum pelaku pungli terkait dana gempa.
“Hakim juga jangan hanya berdasarkan hukum formal, lakukan terobosan-terobosan agar pelaku merasa jera,” ungkapnya.
BACA JUGA: Korupsi, Apakah Termasuk Dosa Besar?
Sebelumnya, Polres Mataram menangkap pelaku pungli dana renovasi masjid pascagempa NTB berinisial BA. Kapolres Mataram AKBP Saiful Alam di Mataram, Selasa (15/1), mengatakan BA dijerat dengan Pasal 12 huruf e UU Tipikor.
Sebelum BA, Kejari Mataram juga menangkap terhadap H Muhir. Mantan anggota DPRD dari Golkar itu dijadikan tersangka kasus pungli dana gempa. Kepala Kejari Mataram I Ketut Sumedana menyatakan anggota DPRD Mataram, H Muhir, dikenai tiga pasal berlapis.
Selain itu, KPK pernah melakukan OTT pejabat di Kementerian PUPR diduga terkait proyek air minum di daerah. Diduga OTT pejabat PUPR itu untuk tanggap bencana di Palu dan Donggala, Sultra. []
SUMBER: DETIK