Oleh: Ahmad Sirril Wafa
Al Ahgaff University Tarim, Republik Yemen
SEBAGAIMANA mestinya umat islam, tentu kita yakin dan percaya bahwa setiap kehendak Allah ta’la adalah baik tanpa ada keraguan di hati kita.
Ya tentu, karna Allah adalah pemilik segalanya, kapten juga komandan Alam semesta tanpa ada satupun makhluk yang mampu memangku titah kuasanya.
Dan dalam urusan ketuhanan yang memegang kendali alam semesta, tentu segalanya apa yang terjadi di muka bumi ini adalah hasil dari apa yang jadi ketentuan Allah sendiri. Dan ketentuan Allah tidak mungkin meleset ke sesuatu yang buruk kecuali itu hasil dari perilaku makhluk ciptaan Allah ta’ala sendiri. Sesuai apa yang terekam dalam al-Qur’an.
BACA JUGA:Â Merasa dalam Kondisi Serba Sulit? Lafalkan Doa Nabi Musa Ini
Allah SWT berfirman:
“(Barang siapa yang mengerjakan amal yang saleh maka pahalanya untuk dirinya sendiri) ia beramal untuk dirinya sendiri (dan barang siapa yang berbuat jahat maka dosanya atas dirinya sendiri) bahaya dari perbuatan jahatnya itu kembali kepada dirinya sendiri (dan sekali-kali tidaklah Rabbmu menganiaya hamba-hamba-Nya).” (QS. Fussilat 41: Ayat 46)
Seperti yang diceritakan dalam sebuah kisah Nabiyullah Musa ‘alaihissalam ketika bertanya kepada Allah ta’ala tentang kuasanya atas makhluk di muka bumi ini.
Singkat cerita Nabi Musa bertanya apakah kedzoliman di muka bumi ini termasuk bentuk sifat rahman rahimnya Allah ta’ala sebagai tuhan. Lalu Allah ta’ala memerintahkan Nabi Musa untuk berhenti di sebuah bukit dan diperintahkan untuk diam dan jangan berkata apapun ketika melihat suatu hal di depannya.
Selang beberapa saat lewatlah seorang penunggang kuda yang gagah dengan sebilah pedang melingkar di punggungnya, ia berhenti di tepian sungai lalu melepas pakaiannya dan mandi di sungai tersebut.
Setelah berendam dan mandi ia pun mengenakan pakaian dan pedangnya kembali guna melanjutkan perjalanan, namun tanpa ia sadari ia telah menjatuhkan sebuah kantong yang mungkin berisikan emas.
Nabi Musa melihat itu dan hendak memberitahu, namun ia ingat kalau diperintahkan untuk tidak berkata apapun.
Lalu pergilah si penunggang kuda tadi tanpa menyadari kalau kantong miliknya jatuh.
Tak berselang lama datang seorang pemuda berjalan kaki yang juga ingin menyegarkan diri di sungai tersebut, namun tetiba ia terkejut melihat sebuah kantong lalu mengambilnya Ternyata isinya kepingan emas.
Tanpa pikir panjang ia pun pergi dan mengurungkan niat untuk membilas tubuh di sungai. Nabi Musa yang melihat itu pun ingin memberitahu kalau itu bukan haknya, namun lagi-lagi ia teringat bahwa tidak boleh berkata apapun.
Lalu datanglah orang yang ketiga, seorang kakek tua renta yang kelelahan dan kepanasan. Sang kakek beristirahat dan bersandar di sebuah pohon di pinggir sungai tersebut.
Tak lama kemudian datang penunggang kuda yang kantongnya terjatuh tanpa ia sadari tadi, ia mencari-cari kantong miliknya itu dan ia yakin kalau kantong itu jatuh tak jauh dari sungai itu.
Saat bingung mencari ia melihat kakek yang sedang beristirahat di sebuah pohon lalu ia bertanya pada kakek itu.
BACA JUGA:Â Nabi Musa Pernah Pukul Malaikat, Benarkah Kisahnya?
“Kakek apa kamu melihat sebuah kantong di sekitar sini?” tanya penunggang kuda.
“Kantong apa anak muda? Saya tak melihat apapun di sini,” Jawab sang kakek.
“Alahh. Aku yakin kamu yang mengambilnya, jujur saja!”
“Tapi saya benar-benar tak melihat apapun dari tadi nak.”
“Banyak omong kau kakek bangka tak tau diri, sudah tua masih tak mau ngaku.”
Tanpa pikir panjang penunggang kuda itu menghunuskan pedangnya dan menebas kepala sang kakek dan pergi.
Melihat kejadian itu Nabi Musa tak tahan dan ingin menceritakan yang sebenarnya terjadi, namun ia tertahan oleh perintah yang tak bisa ia ingkari, dan Nabi Musa hanya bisa terdiam melihat kejadian itu.
Nabi Musa a.s masih kebingungan melihat kedzoliman di depan matanya tersebut dan apa arti dari semua itu. Lalu Nabi Musa a.s bertanya kepada Allah akan maksud dari kejadian tadi.
Allah ta’ala pun menjelaskan kepada Nabi Musa a.s makna dari kejadian tersebut. Bahwa pada kejadian yang pertama, yaitu penunggang kuda si pemilik kantong emas. Secara dhohir kantong itu miliknya, namun sebenarnya kantong tersebut adalah milik pemuda yang kedua yang menemukannya di pinggir sungai.
Penunggang kuda yang telah merampok kantong itu darinya dan kini kembali lagi kepada pemilik aslinya.
Dan yang kedua adalah saat penunggang kuda menebas kepala seorang kakek tua, jelas sekali itu adalah bentuk kejahatan yang sangat besar.
Namun hakikatnya itu adalah balasan buat sang kakek, karena semasa mudanya ia dulu adalah seorang perampok dan membunuh orang tua penunggang kuda tersebut sewaktu ia masih kecil, dan kini sang kakek menerima balasan atas perbuatannya di masa muda.
Ibrah (pelajaran) yang kita dapat dari cerita di atas adalah semua kejadian di muka bumi ini sejatinya imbas dari perilaku manusia itu sendiri, yang pada akhirnya kembali kepada dirinya. Bukan wujud ketidak adilan qadha qadar Allah ta’ala.
Karena itu semua sudah sejak ribuan tahun lalu tertulis dalam al Quran bahwa semua perbuatan manusia itu ada balasannya, jika baik maka Allah pun akan membalasnya dengan kebaikan bahkan dilipat gandakan. Kalaupun itu keburukan Allah juga akan memberikan balasan sesuai dengan apa yang ia perbuat.
Allah SWT berfirman:
“(Siapa membawa amal yang baik maka baginya pahala sepuluh kali lipat amalnya) balasan pahalanya adalah sepuluh kali kebaikan (dan siapa membawa perbuatan yang jahat, maka dia tidak diberi pembalasan melainkan seimbang dengan kejahatannya) balasannya yang setimpal (sedang mereka sedikit pun tidak dianiaya atau dirugikan) dikurangi sesuatu dari pembalasan yang sebenarnya.” (QS. Al-An’am 6: Ayat 160)
Kesimpulan kecilnya adalah kita harus selalu berhusnudzon kepada Allah ta’ala apapun itu bentuk putusannya, dan senantiasa meningkatan kebaikan yang kita lakukan pada orang lain. Karena semua dampak akan kembali pada diri kita sendiri, dan semoga Allah ta’ala selalu menjaga hati kita dari sifat suudzon baik kepada takdir yang tertulis atau kepada makhluk di muka bumi ini. Wallahu a’lam. []
Kirim RENUNGAN Anda lewat imel ke: redaksi@islampos.com, paling banyak dua (2) halaman MS Word. Sertakan biodata singkat dan foto diri. Isi dari RENUNGAN di luar tanggung jawab redaksi Islampos.