PADA Senin malam 21 Jumada Al-Tsaniyah 13 H/ 22 Agustus 634 M, dalam usia 63 tahun, Abu Bakar Wafat. Dialah sang pahlawan dalam Islam, khalifah pertama setelah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam wafat.
Mendengar kabar kematian Abu Bakar, para sahabat langsung datang ke kediaman duka.
Selepas dimandikan oleh istrinya, Asma’ binti Umais, dan putranya, Abdurrahman, jenazah Abu Bakar kemudian dibawa ke Masjid Nabawi, Madinah dengan tempat pembaringan yang dulu dipakai Rasulullah SAW.
BACA JUGA: Kemurahan Hati Asma binti Abu Bakar
Mendengar kabar kematian Abu Bakar, Ali bin Abu Thalib datang tergesa-gesa seraya mengusap air matanya yang meleleh dan membasahi kedua pipinya.
Begitu sampai di pintu rumah Abu Bakar Al-Shiddiq, Ali bin Abu Thalib pun berucap dengan hati sedih dan suara lirih, “Abu Bakar! Kiranya Allah melimpahkan rahmat-Nya kepadamu. Engkaulah orang yang pertama memeluk Islam, dengan iman yang begitu murni, keyakinan yang begitu kuat, dan kekayaan terbesar. Engkaulah yang sangat memerhatikan Rasulullah SAW, dan sangat peduli terhadap Islam. Besar sekali pengorbananmu dalam upayamu untuk melindungi umat. Engkaulah yang terdekat kepada beliau dari segi akhlak, kemuliaan, sikap, dan pandanganmu terhadap agama.
“Kiranya Allah memberi balasan baik kepadamu, demi Islam, demi Rasulullah, dan demi seluruh umat Muslim. Engkau sudah percaya kepada Rasul SAW di kala orang masih mendustakannya. Engkau begitu dermawan dan bermurah hati di kala orang sangat kikir kepadanya. Engkau yang selalu siap bersamanya, sementara yang lain masih bermalas-malas. Allah telah memberimu gelar Al-Shiddiq dalam Kitab-Nya, Orang yang membawa kebenaran dan yang membenarkannya (QS Al-Zumar : 33).
“Yang dimaksud ialah Muhammad dan engkau. Demi Allah, engkau adalah benteng Islam dan malapetaka bagi orang yang ingkar. Prinsip dan alasanmu tidak sesat, wawasanmu tidak pernah lemah, dan engkau tak pernah menjadi penakut. Engkau bagaikan gunung yang tak tergoyahkan oleh badai dan topan, tak remuk karena benturan halilintar.
“Engkau, seperti dikatakan Rasulullah, ‘lemah dalam jasmani, kuat dalam agama, rendah hati dalam dirimu, agung dalam pandangan Allah, mulia di bumi, dan agung di mata kaum Muslim.’ Engkau tak terdorong oleh ambisi dan nafsu. Orang yang lemah di matamu adalah kuat. Orang yang kuat dalam pandanganmu adalah lemah, selepas kau ambil hak si kuat dan kau berikan kepada si lemah. Kiranya Allah melimpahkan sebagian pahalamu kepada kami dan tidak tersesat karena kami jauh darimu.”
BACA JUGA: Doa Rasulullah ketika Abu Bakar Digigit Ular
Sementara “Aisyah, putrinya yang juga istri tercinta Rasulullah SAW, menyampaikan takziah dalam kata-katanya penuh duka berikut, “Ayahanda! Kiranya Allah melimpahkan cahaya-Nya ke wajahmu, dan memuji segala usahamu yang sangat bermanfaat. Engkaulah orang yang tak mudah terpesona oleh gemerlap dunia, dengan cara menjauhinya. Engkau menjunjung tinggi kehidupan akhirat, dengan hati terbuka menyambutnya. Kalau ada rasa duka terbesar menimpa kami selepas ditinggalkan Rasul SAW, maka duka inilah. Dan kalau ada peristiwa terbesar yang terjadi sesudahnya, tentu karena kehilanganmu ini pula. Dengan bersabar atas kepergianmu, Kitab Allah menjanjikan ganti terbaik kepada kita. Aku siap melaksanakan janji Allah tentang engkau dengan bersabar, dan meminta pertolongan dengan banyak sambil memohon ampun untukmu. Kiranya Allah memberikan keselamatan kepadamu. Aku melepasmu tanpa rasa dendam dan tanpa rasa kesal atas takdir yang terjadi atas dirimu.”
Sedangkan “Umar bin Al-Khaththab menyampaikan kata-kata singkat sekali, seolah musibah duka itu telah membuat lidahnya kelu. Ketika masuk ke rumah Abu Bakar, selepas sang khalifah pertama dalam sejarah Islam itu berpulang ke hadirat Allah SWT, dia berucap lirih dan sedih, “Wahai khalifah Rasul! Sepeninggalmu, sungguh ini suatu beban yang sangat berat yang harus kami pikul. Sungguh, engkau tak tertandingi. Bagaimana pula kami akan menyusulmu!” []
Sumber: Pesan Indah dari Makkah dan Madinah/ Penulis: Ahmad Rofi’ Usmani/ Penerbit: Mizan/ 2008