Oleh: Hidayatusaadah
ADA yang hilang. Aku merasa Tuhanku telah hilang, bukan karena DIA tiada akan tetapi karena aku yang meniadakan diriku di hadapan-Nya. Lelah rasanya, membuat akal ini terus bekerja mengenai hal yang belum pasti aku miliki, hingga akhirnya aku kehilangan sesuatu yang justru lebih berharga dari mutiara, kedekatanku dengan-Nya.
Ini karena ulah tanganku, karena telinga yang terlalu sedikit mendengar, mata yang terlalu pendek dalam menatap, hati yang terlalu sempit merasa dan lisan yang terlalu sering berdusta.
Aku lelah dengan kemaksiatanku. Aku lelah ketika harus kehilangan semua yang pernah aku genggam. Aku rindu.. rindu ketika berjumpa dengan-Nya. Rindu ketika aku berdialog panjang hingga melawan waktu senja. Rindu, ketika aku mengadu tiada henti kepada-Nya hingga aku tak sadarkan diri dengan duniaku.
BACA JUGA: Wahai Khalifah Umar, Aku Rindu Anakku
Aku rasa semua itu telah hilang. Entah kemana mereka menghilang. Andai aku tau dimana aku yang dulu, aku akan mengejarnya hingga aku mendapatkannya kembali. Dan dapat kupastikan kali ini tak akan aku biarkan ia menghilang lagi.
Jiwa yang kosong entah apa yang aku rasa, semuanya terasa sia-sia. Ah, ingin aku beteriak. Tapi andai itu menyelesaikan masalah.
Ingin aku melompat, andai itu mampu membuatku lebih baik.
BACA JUGA: Semua tergantung Izin Allah
Aku terus berkecimuk dengan batinku. Dan waktu yang tiada henti menghantui agar aku terus kembali. Kembali mengejar apa yang memang harus aku kejar.
Andai berlari itu mudah, semudah kupu-kupu terbang dari satu bunga ke bunga yang lain. Aku akan berlari walau itu membuat kakiku lelah, agar aku mampu untuk kembali, kembali pada masa ketika aku dekat dengan-Nya. Rabb… Aku rindu kedekatan dengan-Mu, sungguh aku rindu. []