MAAF, saya sangat tidak setuju jika ada seorang yang hidup di tengah masyarakat muslim, lalu ketika dia hajatan misal aqiqah anaknya, semua makanan langsung di kirim ke suatu pondok yang seafiliasi pengajian dengannya. Padahal, pondok tersebut tempatnya cukup jauh. Saya kurang mengerti apa yang melatarbelakangi seorang melakukan demikian.
BACA JUGA: Pelajaran Penting Seputar Aqiqah
Tetangga, merupakan salah satu pihak yang paling berhak mendapatkan makanan kita. Karena mereka memiliki dua hak, yaitu hak sebagai saudara sesama muslim dan hak sebagai tetangga. Adapun saudara muslim yang tempatnya jauh, mereka hanya punya satu hak saja. Oleh karena itu, alangkah baiknya jika ingin memberi teman pengajian yang jauh, jangan sampai tetangga yang dekat dilupakan. Yang ini diberi dan yang itu juga diberi. Lebih afdhal lagi jika tetangga dijadikan prioritas utama. Jika masih sisa, baru diberikan kepada saudara seiman yang jauh.
Aisyah –radhiallahu ‘anha- pernah bertanya kepada Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- :
يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّ لِي جَارَيْنِ فَإِلَى أَيِّهِمَا أُهْدِي؟ قَالَ: «إِلَى أَقْرَبِهِمَا مِنْكِ بَابًا»
“Wahai Rasulullah! Aku memiliki dua tetangga, maka kepada siapakah aku memberi hadiah?” Nabi menjawab: “Kepada orang pintu rumahnya paling dekat darimu.”[HR. Al-Bukhari].
BACA JUGA: Mengapa Harus Belajar Aqidah?
Saya khawatir, berbagai presepsi salah dari masyarakat tentang kita, sangat mungkin dipicu oleh kasus-kasus seperti ini. Kita dianggap sebuah kelompok eksklusif yang menutup diri dari berinteraksi dengan orang di luar kelompoknya. Karena faktanya –sesuai yang mereka saksikan- memang demikian. Kalau sudah demikian, mereka akan semakin menjauh dari kita dan dakwah kita.
Seorang muslim yang baik, adalah seorang yang paling baik mu’asyarah-nya (hubungannya) dengan masyarakat di mana dia tinggal. Demikian dijelaskan dalam kitab “Faidhul Qadir” ketika menjelaskan makna “kebaikan akhlak”. Alhamdulillah Rabbil ‘alamin. []