DIGOKSIN adalah senyawa aktif yang diperoleh dari tanaman digitalis Digitalis lanata. Digoksin digunakan digunakan terutama untuk meningkatkan kemampuan memompa (kemampuan kontraksi) jantung dalam keadaan gagal jantung/ congestive heart failure (CHF).
Obat ini juga digunakan untuk menormalkan dysrhythmias (gejala abnormalitas denyut jantung). Digoksin terutama obat dengan Therapeutic Window sempit.
Ini istilah kedokteran untuk menyatakan rentang antara kadar dalam darah yang dapat menimbulkan efek terapi dan yang dapat menimbulkan efek toksik adalah sangat sempit. Karena itu kadar obat dalam plasma harus tepat agar tidak melebihi batas yang dapat menimbulkan efek toksik/keracunan.
BACA JUGA: Sehatkan Jantung dengan Olahraga Ini
Efek samping memunculkan gangguan susunan saraf pusat: bingung, tidak nafsu makan, disorientasi, gangguan saluran cerna: mual, muntah dan gangguan ritme jantung. Reaksi alergi kulit seperti gatal-gatal, biduran dan juga terjadinya ginekormastia (jarang) yaitu membesarnya payudara pria mungkin terjadi.
Bagaimana kerja Digoksin?
Masa kerja aktif Digoksin adalah 30-50 jam. Pasien dengan hipokalemi, penyumbatan pembuluh darah, dan pasien dengan sindrom parkinsom sebaiknya tidak diberikan Digoksin. Digoksin diekskresi melalui ginjal, oleh karena itu pasien dengan gangguan ginjal harus diawasi dengan ketat.
Digoksin merupakan prototipe glikosida jantung yang diekstrak dari tanaman. Mekanisme Digoksin melalui dua cara yaitu efek langsung dan efek tidak langsung. Efek langsung dengan meningkatkan kekuatan kontraksi otot jantung (efek inotropik positif).
Hal ini terjadi berdasarkan penghambatan enzim Na+, K+ -ATPase dan peningkatan arus masuk ion kalsium ke inti sel. Efek tidak langsung yaitu pengaruh Digoksin terhadap aktivitas syaraf otonom dan sensitivitas jantung terhadap neotransmiter. Digoksin biasa dipakai untuk mengatasi penyakit gangguan jantung.
Kegunaan ekstrak dari daun digitalis sebagai obat diperkenalkan pertama kali oleh William Withering. Sebagai obat, glikosida dari tanaman ini digunakan untuk memperkuat kerja jantung. Ekstrak dari digitalis biasanya diambil dari daun-daun tanaman yang tumbuh pada tahun kedua.
Selain Digoksin ada juga digitoksin. Digitalis bekerja di tubuh dengan cara menghalangi fungsi enzim natrium-kalium. ATPase sehingga meningkatkan kadar kalsium di dalam sel-sel otot jantung. Meningkatkan kadar kalsium di dalam otot sel-sel jantung inilah yang menjadi sebab meningkatnya kekuatan kontraksi jantung.
Apabila digunakan secara berlebihan, digitalis berubah menjadi racun. Seluruh bagian tumbuhan ini mengandung glikosida, yang dapat menyebabkan keracunan. Reaksi-reaksi keracunan yang pertama mulai dari mual, muntah, diare, sakit perut, halusinasi, sakit kepala.
Tergantung pada tingkat keracunan, korban keracunan juga mempunyai denyut nadi yang lemah, tremor, xanthopsis (terlihat sebagai gejala kuning), kejang-kejang dan bahkan dapat menyebabkan gangguan irama jantung yang mematikan.
Bijak pilih bentuk obat
Dalam dunia herbal, tersedia aneka olahan herbal: irisan kering, bubuk kering, tablet, kapsul keras, softcapsule, dan teh. Manakah yang harus dipilih? Seringkali untuk klaim penyakit yang sama pun, tersedia herbal dalam berbagai bentuk sediaan.
Sarang semut misalnya, tersedia dalam bentuk bubuk kering, kapsul bubuk kering, dan kapsul ekstrak air. Sediaan herbal yang dikemas modern lebih menarik konsumen karena praktis dan lebih higienis.
BACA JUGA: Penelitian: Orang yang Tidur 8 Jam atau Lebih Rentan Terkena Serangan Jantung
Herbal yang diproduksi secara tradisional dan modern bisa jadi menghasilkan kualitas produk berbeda, tergantung cara penyiapannya. Kecuali untuk kategori herbal terstandar dan fitofarmaka. Contoh terbaik dapat dilihat dari sejenis tanaman dari hutan tropis amazon bernama Muira puama, Ptychopetalum olacoides.
Olahan muira terkenal sebagai afrodisiak. Oleh masyarakat Brasil, ia dipercaya sebagai pembangkit gairah kaum Adam. Senyawa-senyawa kimia yang bertanggung jawab dalam fungsi afrodisiak itu larut dalam alkohol. Dipasaran tersedia berbagai olahan muira. Ada tablet, kapsul isi bubuk, kapsul berisi ekstrak air, dan kapsul isi ekstrak alkohol. Salah pilih bisa menyebabkan muira tidak berfungsi sebagaimana mestinya, khasiatnya tidak terasa.
Secara tradisional masyarakat mengolah jamu dengan cara merebus dalam air mendidih. Setelah diangkat dan disaring baru diminum. Untuk mengurangi rasa pahit, ditambahkan madu atau gula merah.
Madu selain berguna sebagai pemanis juga dipercaya berkhasiat meningkatkan daya tahan tubuh. Pemanfaatan dengan cara direbus menunjukan senyawa kimia dalam herbal tersebut larut dalam air. Oleh karena itu produk modern yang paling efektif berupa kapsul berisi ekstrak alkohol, bukan ekstrak air atau bubuk.
Salah satu herbal yang sering dikapsulkan adalah simplisia daun seperti sambiloto, daun dewa, sarang semut. Kapsuk sarang semut mengandung senyawa aktif yang relatif sama dengan dekoktum (air rebusan) bubuk sarang semut.
Artinya pada masing-masing dosis anjuran, keduanya memiliki keamanan dan khasiat yang relatif sama. Perbedaannya? dari segi harga, bubuk lebih ekonomis karena diperlukan investasi lebih besar untuk memproduksi kapsul. Dari sisi penyerapan, bubuk lebih cepat karena butuh waktu untuk menghancurkan selongsong kapsul di dalam sistem pencernaan.
Sebaliknya, karena terlindungi selongsong kapsul, beberapa senyawa aktif yang labil dapat terlindungi dari degradasi di dalam lambung, Kapsul lebih banyak dipilih oleh mereka yang memiliki mobilitas tinggi. []
REFERENSI : BUKU HERBAL INDONESIA BERKHASIAT VOL 8 (TRUBUS INFOKIT)