BERDALIL itu tidak mudah. Terkadang, seorang menggunakan suatu dalil, untuk permasalahan yang tidak punya kaitan sama sekali. Dari sinilah awal mula berbagai kesalahan dan kerusakan.
Sebelum kita menggunakan dalil, seharusnya dalil tersebut dipelajari dan dipahami maknanya terlebih dahulu secara benar. Kemudian dipahami juga tentang asbabun nuzul (jika Al Quran ) dan asbabul wurud (jika hadits). Setelah itu tengok penjelasan para imam terhadapnya dari kalangan ahli hadits dan ahli tafsir yang bisa dilihat di kitab-kitab mu’tabaroh.
BACA JUGA:Â Dalil yang Mengharamkan Rokok, Adakah?
Perlu juga untuk mengumpulkan seluruh dalil dalam suatu masalah. Karena sebagiannya akan menjelaskan sebagian yang lain. Ada nasikh dan mansukh, aam dan khash, mutlak dan muqoyad, dan lain sebagainya. Berbagai ilmu alat akan bermain di dalamnya.
Mengumpulkan jalur-jalur periwayatan sebuah haditspun jangan sampai ditinggalkan. Karena sebagain lafadz akan menjelaskan sebagian yang lain.
Jika dalam suatu masalah tidak didapatkan dalil, jangan terburu-buru untuk menyatakan bid’ah. Karena masih ada ijma’ dan qiyas yang bisa dipergunakan.
Kalau tahapan-tahapan panjang dan rumit ini tidak dilakukan, hanya akan melahirkan berbagai kesimpulan hukum yang ‘prematur’ dan nyeleneh. Jauh sekali dari kebenaran yang diharapkan. Dan fakta ini, mungkin yang banyak beredar di kalangan muslimin. Apalagi jika dibarengi oleh sikap malas belajar, mentelaah dan membaca buku-buku ulama’. Lebih hancur lagi hasilnya.
BACA JUGA:Â Kenapa Harus Berhaji? Inilah Dalilnya
Lebih hancur lebur, jika modalnya hanya bahasa Arab saja (itupun belum tentu paham), atau tidak paham sama sekali alias nol besar.
Baru sadar, ternyata untuk istimbath (menghasilkan) sebuah hukum syar’i, tidak semudah dan sesederhana yang dibayangkan oleh banyak orang. []
Facebook:Â Abdullah Al Jirani