BANYAK yang bertanya kepada kami tentang hukum ulang tahun. Setelah mengkaji masalah ini maka kami memberikan kesimpulan sebagai berikut:
1. Masalah ulang tahun ini adalah masalah furu’ atau cabang, bukan masalah ushul atau pokok agama, dan terdapat perbedaan pendapat di dalamnya yang kita harus berlapang dada menyikapinya, tanpa perlu bersikap keras.
2. Hendaklah kita saling menghormati dan menghargai karena masing-masing pihak mempunyai hujjah untuk membela pendapat yang diyakininya.
BACA JUGA: Ini Pesan Megawati di Hari Ulang Tahunnya
3. Sebagian ulama berpendapat hukumnya haram karena tasyabbuh atau menyerupai orang kafir.
4. Sebagaian ulama yang lain berpendapat bahwa ulang tahun itu adalah urusan dunia dan hukumnya mubah.
5. Kami sekeluarga tidak pernah mengadakan acara ulang tahun dan tidak menganjurkan.
6. Hendaklah ulang tahun diniatkan bersyukur kepada Allah atas nikmat umur.
7. Mengucapkan selamat ulang tahun dan mendoakan kebaikan hukumnya boleh, jika diperlukan saja, yaitu demi menjaga hubungan baik dan khawatir terjadi kesalahfahaman jika tidak mengucapkannya.
8. Menghadiri undangan ulang tahun hukumnya boleh, jika diperlukan saja, dengan catatan tidak ada kemungkaran di dalamnya, seperti ikhtilath atau campur laki perempuan bukan mahram, dan semisalnya.
9. Hendaklah acara ulang tahun tanpa disertai berdoa sebelum meniup lilin karena dikhawatirkan hal itu menyerupai kaum Majusi (penyembah api) yang berdoa kepada api.
10. Kewajiban kita adalah menambah referensi dalam masalah agama, jangan dari satu sumber saja, supaya pemahaman kita luas dan siap dengan perbedaan pendapat, serta memahami sudut pandang yang lain.
11. Jangan pernah dilupakan bahwa kita sesama muslim dan mukmin adalah bersaudara, ditambah lagi sesama ahlus sunnah wal jama’ah, kita wajib tetap menjaga kehormatan saudara kita walau terdapat perbedaan pendapat diantara kita.
Berikut ini diantara hujjah argumentasi yang membolehkan ulang tahun;
حديث أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ : لَمَّا حَضَرَ رَمَضَانُ ، قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُبَشِّرُ أَصْحَابَهُ :
( أَتَاكُمْ رَمَضَانُ ، شَهْرٌ مُبَارَكٌ ، فَرَضَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ عَلَيْكُمْ صِيَامَهُ ، تُفْتَحُ فِيهِ أَبْوَابُ السَّمَاءِ ، وَتُغْلَقُ فِيهِ أَبْوَابُ الْجَحِيمِ ، وَتُغَلُّ فِيهِ مَرَدَةُ الشَّيَاطِينِ ، لِلَّهِ فِيهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ ، مَنْ حُرِمَ خَيْرَهَا فَقَدْ حُرِمَ ) .
أخرجه النسائي في “سننه” (2106) ، وأحمد في “مسنده” (7148) ، وعبد بن حميد في “مسنده” (1429) ، وابن أبي شيبة في “مصنفه” (8867)
وحسنه الجوزقاني في “الأباطيل والمناكير” (473)
وقال الشيخ الألباني في “صحيح الترغيب والترهيب” (999) :” صحيح لغيره ” . وينظر: حاشية “المسند” ، ط الرسالة (12/59).
Hadits riwayat Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu, beliau berkata: “Tatkala masuk bulan Ramadhan, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam memberikan kabar gembira kepada para sahabatnya: “Telah datang kepadamu bulan Ramadhan, bulan yang penuh berkah….” [HR Imam Ahmad, An-Nasa’i, dll. Hadits ini dihasankan oleh Al-Juzqani. Al-Albani berkata: shahih lighairih]
وقال القاري في “مرقاة المفاتيح” (4/1365) في شرحه لهذا الحديث :
” وَهُوَ أَصْلٌ فِي التَّهْنِئَةِ الْمُتَعَارَفَةِ فِي أَوَّلِ الشُّهُورِ بِالْمُبَارَكَةِ ” . اهـ .
Berkata Al-Qari dalam “Mirqatul Mafatih” ketika menjelaskan hadits ini: “Dan ia (hadits ini) adalah landasan tentang ucapan selamat dengan keberkahan yang telah dikenal berkenaan dengan awal bulan-bulan”.
BACA JUGA: Cara Muslim Sikapi Hari Ulang Tahun
وقال الشيخ عبد الغني بن ياسين اللبدي النابلسي في “حاشية اللبدي” (1/99) :
“قلت: وعلى قياسه تهنئة المسلمين بعضهم بعضًا بمواسم الخيرات وأوقات وظائف الطاعات “. اهـ
Berkata Syaikh Abdul Ghani bin Yasin Al-Lubdi An-Nablusi dalam “Hasyiyah Al-Lubdi”: “Aku berkata: Di-qiyaskan (dianalogkan) kepada hadits ini ucapan selamat kaum muslimin sebagian mereka terhadap sebagian yang lain dengan (datangnya) musim-musim kebaikan, waktu-waktu, dan amalan-amalan ketaatan”.
وفي حديث توبة كعب بن مالك رضي الله عنه وفيه :” فَيَتَلَقَّانِي النَّاسُ فَوْجًا فَوْجًا ، يُهَنُّونِي بِالتَّوْبَةِ ، يَقُولُونَ: لِتَهْنِكَ تَوْبَةُ اللَّهِ عَلَيْكَ ، قَالَ كَعْبٌ: حَتَّى دَخَلْتُ المَسْجِدَ ، فَإِذَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جَالِسٌ حَوْلَهُ النَّاسُ، فَقَامَ إِلَيَّ طَلْحَةُ بْنُ عُبَيْدِ اللَّهِ يُهَرْوِلُ ، حَتَّى صَافَحَنِي وَهَنَّانِي ، وَاللَّهِ مَا قَامَ إِلَيَّ رَجُلٌ مِنَ المُهَاجِرِينَ غَيْرَهُ ، وَلاَ أَنْسَاهَا لِطَلْحَةَ “. أخرجه البخاري (4418) ، ومسلم (2769) .
Hadits diatas adalah kisah diterimanya taubat sahabat Ka’ab bin Malik Radhiyallahu ‘Anhu. Kemudian para sahabat datang kepada beliau berbondong-bondong untuk mengucapkan selamat. Ketika sahabat Ka’ab memasuki masjid, sahabat Thalhah bin Ubaidillah Radhiyallahu ‘Anhu berlari kecil kepadanya, lalu menjabat tangannya dan mengucapkan selamat kepadanya. Hal ini dilakukan dihadapan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam”. [HR. Bukhari dan Muslim]
وقال ابن القيم في “زاد المعاد” (3/512) تعليقا على حديث توبة كعب :
” وَفِيهِ دَلِيلٌ عَلَى اسْتِحْبَابِ تَهْنِئَةِ مَنْ تَجَدَّدَتْ لَهُ نِعْمَةٌ دِينِيَّةٌ ، وَالْقِيَامِ إِلَيْهِ إِذَا أَقْبَلَ ، وَمُصَافَحَتِهِ ، فَهَذِهِ سُنَّةٌ مُسْتَحَبَّةٌ ، وَهُوَ جَائِزٌ لِمَنْ تَجَدَّدَتْ لَهُ نِعْمَةٌ دُنْيَوِيَّةٌ “. اهـ
Ibnul Qayyim rahimahullah memberikan komentar tentang hadits ini dalam kitabnya “Zadul Ma’ad”: “Di dalamnya terdapat dalil atas dianjurkannya mengucapkan selamat kepada orang yang mendapatkan nikmat baru dalam urusan agama, berdiri kepadanya ketika ia datang dan menjabat tangannya, hal ini adalah sunnah yang dianjurkan. Dan diperbolehkan kepada orang yang mendapatkan nikmat baru dalam urusan dunia”.
قال ابن حجر الهيتمي في “تحفة المحتاج” (3/56) :” قَالَ الْقَمُولِيُّ : لَمْ أَرَ لِأَحَدٍ مِنْ أَصْحَابِنَا كَلَامًا فِي التَّهْنِئَةِ بِالْعِيدِ وَالْأَعْوَامِ وَالْأَشْهُرِ كَمَا يَفْعَلُهُ النَّاسُ ، لَكِنْ نَقَلَ الْحَافِظُ الْمُنْذِرِيُّ عَنْ الْحَافِظِ الْمَقْدِسِيَّ : أَنَّهُ أَجَابَ عَنْ ذَلِكَ بِأَنَّ النَّاسَ لَمْ يَزَالُوا مُخْتَلِفِينَ فِيهِ ، وَاَلَّذِي أَرَاهُ : مُبَاحٌ ، لَا سُنَّةَ فِيهِ وَلَا بِدْعَةَ .
وَأَجَابَ الشِّهَابُ ابْنُ حَجَرٍ بَعْدَ اطِّلَاعِهِ عَلَى ذَلِكَ بِأَنَّهَا مَشْرُوعَةٌ ، وَاحْتَجَّ لَهُ بِأَنَّ الْبَيْهَقِيَّ عَقَدَ لِذَلِكَ بَابًا ، فَقَالَ : بَابُ مَا رُوِيَ فِي قَوْلِ النَّاسِ بَعْضِهِمْ لِبَعْضٍ فِي الْعِيدِ : (تَقَبَّلَ اللَّهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ)، وَسَاقَ مَا ذَكَرَهُ مِنْ أَخْبَارٍ وَآثَارٍ ضَعِيفَةٍ ، لَكِنَّ مَجْمُوعَهَا يُحْتَجُّ بِهِ فِي مِثْلِ ذَلِكَ .
ثُمَّ قَالَ : وَيُحْتَجُّ لِعُمُومِ التَّهْنِئَةِ بمَا يَحْدُثُ مِنْ نِعْمَةٍ ، أَوْ يَنْدَفِعُ مِنْ نِقْمَةٍ : بِمَشْرُوعِيَّةِ سُجُودِ الشُّكْرِ ، وَالتَّعْزِيَةِ ، وَبِمَا فِي الصَّحِيحَيْنِ عَنْ كَعْبِ بْنِ مَالِكٍ فِي قِصَّةِ تَوْبَتِهِ ، لَمَّا تَخَلَّفَ عَنْ غَزْوَةِ تَبُوكَ : أَنَّهُ لَمَّا بُشِّرَ بِقَبُولِ تَوْبَتِهِ ، وَمَضَى إلَى النَّبِيِّ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – : قَامَ إلَيْهِ طَلْحَةُ بْنُ عُبَيْدِ اللَّهِ ، فَهَنَّأَهُ . أَيْ : وَأَقَرَّهُ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ “. اهـ .
Berkata Ibnu Hajar Al-Haitami dalam “Tuhfatul Muhtaj”: “Berkata Al-Qamuli: Saya belum mengetahui pembicaraan salah seorang dari ulama kita tentang ucapan selamat hari raya, tahun-tahun dan bulan-bulan tertentu. Akan tetapi Al-Hafidz Al-Mundziri telah menukil dari Al-Hafidh Al-Maqdisi bahwasanya beliau memberi jawaban tentang masalah tersebut, bahwa sesungguhnya manusia selama ini berbeda pendapat didalamnya, dan menurut pendapat saya, hukimnya adalah mubah, bukan sunnah dan bukan pula bid’ah. Asy-Syihab Ibnu Hajar setelah menelaah masalah itu menjawab bahwa hal itu adalah disyari’atkan, beliau berhujah bahwasanya Al-Baihaqi membuat satu bab tersendiri untuk hal itu dan dia berkata: “Bab apa yang diriwayatkan tentang ucapan manusia sebagian mereka terhadap sebagian yang lain pada waktu hari raya; (semoga Allah mengabulkan dari kami dan dari kamu)”, kemudian beliau membawakan beberapa hadits dan atsar yang dha’if.
Akan tetapi kalau dikumpulkan semua riwayat tersebut bisa dijadikan argumentasi untuk hal semacam itu (ucapan selamat). Kemudian beliau berkata: Dijadikan argumentasi pula untuk ucapan selamat secara umum atas nikmat yang terjadi atau terhindar dari bencana adalah disyari’atkannya sujud syukur dan takziyah (ucapan bela sungkawa yang bersifat menghibur ketika ada kematian). Juga hadits dalam Ash-Shahihain (riwayat Bukhari dan Muslim) tentang sahabat Ka’ab bin Malik dalam kisah (diterima) taubatnya, tatkala tidak mengikuti perang Tabuk, bahwasanya ketika dia diberi kabar gembira dengan diterima taubatnya, dia menghadap Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam, maka sahabat Thalhah bin Ubaidillah berdiri mengucapkan selamat kepadanya, dan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam menyetujui hal itu”.
Demikian penjelasan kami tentang masalah ulang tahun ini, semoga membuka wawasan, dan hendaklah kita menghormati perbedaan pendapat dengan lapang dada karena masalah ini bukan masalah pokok agama, akan tetapi cabang-cabang, dan masing-masing pihak mempunyai argumentasi serta hujjah untuk membela pendapatnya. []
Akhukum Fillah
Abdullah Sholeh Hadrami
Ingin download video, audio dan tulisan serta info bermanfaat ? Silahkan bergabung di Channel Telegram kami;
Channel YouTube