Oleh: Wildan Ainurrafiq Mulyana
Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan, Universitas Negeri Sebelas Maret
TERUNTUK saudaraku di mana pun kalian berada. Semoga kau selalu ada dalam lindungan kasihNya.
Saudaraku, aku ingin menyampaikan sesuatu kepadamu. Sebuah pernyataanku tentang engkau sekaligus permohonanku yang begitu dalam. Sudah begitu lama aku menjalani kehidupan bersamamu dan tidak sedikitpun aku merasa bersalah. Namun sedikit banyak aku mulai berpikir tentangmu, saudaraku.
Saudaraku, jika aku boleh cerita, begitu iri aku melihatmu rutin bersedekah di setiap hari. Aku juga iri ketika kamu selelu bisa menyempatkan waktu untuk membaca mushaf di sela-sela kesibukanmu. Aku kadang malu karena tidak bisa bangun di sepertiga malam terakhir untuk muhasabah dan bermunajat kepadaNya. Curhat, menuangkan keluh kesah kehidupan di tengah kesunyian malam.
BACA JUGA: Tolonglah Saudaramu, Niscaya Allah…
Saudaraku, sering sekali aku berharap menjadi dirimu. Engkau yang selalu pertama bergegas ke masjid, memenuhi panggilan-Nya. Engkau yang tak pernah absen puasa Senin-Kamis di setiap pekannya. Engkau yang jarang sekali lupa untuk menuntaskan surat Al-Kahfi di malam Jum’at. Bagimu, mudah sekali untuk memaafkan orang lain. Aku berharap sekali menjadi dirimu. Sungguh.
Walaupun begitu saudaraku, kehidupanku dan engkau harus dijalani masing-masing. Kau akan tetap menjalani hidupmu sampai waktu akhir tiba. Begitu pula aku. Tubuh kita berbeda, ruh kita berbeda, takdir kita tak akan sama. Akan menjadi kesia-siaan jika tiba-tiba aku memohon kepadaNya agar aku bisa menjalani hidup sebagai dirimu.
Saudaraku, sebelum aku terlalu jauh melangkah, sebelum terlalu banyak usia yang akan ku habiskan, sebelum waktuku habis untuk menanam dan memanen amal kebaikan. Aku mohon kepadamu dengan sangat. Aku bukanlah manusia yang mampu menahan nafsu dunia untuk berhenti berbuat buruk. Aku hanyalah mahluk lemah yang selalu memohon perlindunganNya namun selalu saja menyalahkan kesibukan duniawi untuk tidak banyak berbuat baik. Aku terlalu payah untuk menjalani hidup ini seorang diri.
Aku mohon kepadamu untuk selalu mengingatkanku kala aku mulai lemah dan futur. Karena dunia sering kali menggiurkan. Tegurlah aku ketika aku terlanjut melakukan kesalahan. Mungkin hati kecilku yang berontak untuk melakukan hal yang benar tak lagi mampu melawan awan nafsu yang terlalu lebat. Tanyalah amal yaumil ku jika kau sempat. Bisa jadi kita bisa muhasabah bersama. Ajaklah aku jika kau hendak melangkahkan kaki menuju amal baik. Beramal baik bersama lebih menyenangkan bukan?
BACA JUGA: Mush‘ab Lebih Dahulukan Saudara Seiman
Saudaraku, jika kelak kau tidak melihatku di Syurga bersamamu, carilah aku di neraka. Ajaklah aku untuk melangkah ke syurga. Sampaikan padaNya bahwa aku pernah berbuat baik bersamamu. Pernah saling setor hafalan, melingkar untuk dzikir pagi bersama. Membaca do’a rabitah dengan saling membayangkan wajahmu. Sampaikanlah itu saudaraku.
Aku tau kau bukanlah mahluk yang sempurna. Aku tau kau tak jauh berbeda denganku. Namun disini aku hanya memohon jadilah perantara lindungan Allah untukku. Melindungi aku agar tetap berbuat dan menebar kebaikan. Aku pun akan selalu berusaha merubah diri dan melindungimu. Karena kau amanahku, dan saudaraku, aku adalah amanahmu. []