KETIKA Nabi Muhammad muda dan kaya, beliau hanya memiliki satu istri. Tapi dalam tiga belas tahun terakhir dihidupnya, ketika berusia di atas lima puluh tahun, beliau menikahi istri yang berbeda – kecuali satu, semuanya adalah janda kecuali Aisyah satu-satunya istri yang perawan.
Ini adalah fakta bahwa ketika Nabi Muhammad memiliki istri-istri lain, cintanya kepada istri pertamanya, Khadijah, tidak pernah hilang. Al-Bukhari mengutip perkataan istri termuda Nabi, Aisyah, sebagai berikut:
BACA JUGA: Alasan Rasulullah Memilih Aisyah Jadi Istrinya
“Saya tidak merasa cemburu terhadap istri Nabi seperti yang saya lakukan terhadap Khadijah. Karena Nabi sering mengingat dan sering menyebutkannya. Dan setiap kali beliau menyembelih seekor kambing, beliau akan mengirim (bagian yang terpilih) kepada teman-teman Khadijah. Saya kadang-kadang berkata kepadanya, ‘Tampaknya Khadijah adalah satu-satunya wanita di dunia ini,’ Nabi akan berkata, ‘Khadijah adalah seperti ini dan ini, dan darinya saya memiliki anak-anak.’ ”
Dalam riwayat lain, menurut al-Bukhari, Aisyah mengatakan: “Sekali Hahlah, saudara perempuan Khadijah, meminta izin untuk memasuki rumah tersebut.” Mendengar suara Hahlah, yang terdengar sangat mirip dengan Khadijah, Nabi teringat istri tercintanya. Aisyah berkata, “Saya menjadi cemburu dan berkata,’ Apa yang membuat engkau mengingat seorang wanita tua di antara wanita-wanita tua Quraisy, seorang wanita tua tanpa gigi yang telah meninggal lama, sementara Allah telah memberi engkau seseorang yang lebih baik darinya?'”
BACA JUGA: Orang Persia Undang Nabi untuk Makan, tapi Tidak dengan Aisyah
Nabi menjadi sangat kesal, dan dia berkata: “Demi Allâh, saya tidak memiliki orang yang lebih baik dari pada Khadijah. Dia percaya pada saya saat orang lain tak satu pun mempercayai saya. Dia bersaksi tentang kebenaran saya saat yang lain menolak. Dia membantu saya dengan kekayaannya saat orang lain tidak membantu saya. Dan Allâh memberiku anak-anak darinya.”
Sentimen-sentimen Nabi, yang diungkapkan kepada istri termuda, jelas menunjukkan bahwa untuknya, Khadijah masih menjadi Ibu Negara Islam. Semua perkawinan lainnya memiliki alasan sosial, politik atau agama di belakang mereka. Perkawinan ini tidak didasarkan pada nafsu dan hasrat, seperti banyak musuh Islam ingin mengatakannya. []