Oleh: Erna Iriani
(BKLDK Nissa Purwakarta)
DALAM sistem Kapitalis kebahagiaan diukur dari materi. Seseorang dianggap bahagia ketika memiliki materi yang berlimpah. Padahal materi tidak menjamin kebahagiaan seseorang. Hanya saja dengan materi, seseorang bisa memiliki apa yang diinginkannya.
.
Memiliki penghasilan yang besar seolah menjadi tujuan dari hidup ini. Mengejar materi seolah tidak ada habisnya bahkan manusia hari ini menuntut ilmu setinggi-tingginya demi mendapatkan pekerjaan dengan gaji tinggi.
Banyak orang yang berbelok mengejar materi dan mengesampingkan ibadah kepada Allah swt. Padahal tujuan manusia hidup di dunia ini adalah untuk beribadah kepada Allah swt. Bukan yang lain!
Persoalan rezeki sebetulnya sudah Allah atur, sudah Allah jamin termasuk rezeki dalam bentuk materi. Hanya saja manusia terlalu takut hidup jatuh pada kemiskinan hingga tak segan menggadaikan akhiratnya demi duniawinya.
BACA JUGA: Muslim Harus Paham, Tak Sekadar Tahu.
Banyak yang bekerja meninggalkan sholat 5 waktu, menanggalkan hijab, korupsi, mencuri, bahkan menjual barang haram hanya demi lembaran rupiah untuk kesenangan duniawi. Bahkan tak segan banyak wanita yang menjual tubuh demi rupiah yang akan membawa kesenangan menurut mereka.
Tak dapat dipungkiri di bangku sekolah dan kuliah pun para siswa atau pun mahasiswa menjadikan budaya menyontek demi mendapatkan nilai yang tinggi dengan harapan nilai pada ijazah tinggi. Bila nilai sudah tinggi maka mendapatkan pekerjaan dengan posisi yang diyakini memiliki gaji tinggi pun serasa mudah hingga lupa pada tugas utama sebagai hamba.
Istilah ‘Tanpa uang gak bisa hidup’ padahal yang jamin hidup seseorang itu Allah swt. Miskin ataupun kaya kematian tak memandang si kaya atau miskin. Tapi surga dijamin untuk orang yang Allah ridhoi untuk memasukinya. Yaitu bagi orang-orang yang bertaqwa.
Allah swt tidak akan memintai pertanggung jawaban persoalan rezeki yang kita dapat perharinya berapa. Tapi, Allah akan memintai pertanggung jawaban darimana rezeki itu didapat, dengan cara apa rezeki itu didapat dan digunakan untuk apa rezeki yang telah didapatkan.
Allah swt bisa tarik semua materi yang dimiliki oleh hamba-Nya dalam sekejap. Bisa membuat jatuh bangkrut, kehilangan pekerjaan, ataupun yang lainnya yang membuat hidup sengsara. Karena meninggalkan perintah Allah dengan memilih kehidupan duniawi tak menjamin bahagia. Karena kunci kebahagiaan seorang hamba adalah taat terhadap aturan Allah swt.
BACA JUGA: 3 Kewajiban Muslimah dalam Menjaga Diri
Bilal itu seorang budak berkulit hitam yang hidup di bawah siksaan tuannya. Tapi Bilal memilih taat kepada Allah swt walau badannya harus dijemur di bawah terik matahari padang pasir. Apakah bilal merasa tersiksa? Ya, Bilal tersiksa tapi ada rasa bahagia ketika dia memperjuangkan keislamannya. Buktinya tak henti dia menyebut kata ‘Ahad’. Itu artinya dia tidak menyerah untuk taat.
Abu Jahal itu petinggi kaum Quraisy, berkulit putih dan kekayaan melimpah. Tapi hidupnya tidak bahagia hingga dia mencari kepuasan nafsu dengan menyiksa orang-orang yang masuk Islam bahkan tak segan dia hendak mencelakai bahkan hingga kendak membunuh keponakannya sendiri yaitu Rasulullah saw. Itu artinya hidupnya tidak bahagia karena apa yang harus didendamkan padahal datangnya Islam tidak akan mencelakai diri Abu Jahal. Seolah dirinya hidup penuh dengan kecemasan bukan kebahagiaan.
Lalu kebahagiaan seperti apa yang kita cari saat ini? []