Oleh: Dr. M. Idris Abdul Shamad, MA
ORANG suka mudah menganggap baik seseorang, hanya lantaran usia. Dengan mudah percaya kepada orang hanya karena penampilan lahiriyah atau fisiknya. Padahal betapa banyak orang berusia dewasa tetapi masih bersikap ‘kekanak-kanakan’. Tidak sedikit orang berpenampilan ‘necis’ tapi berhati ‘beruang.’
Banyak pula orang yang memiliki postur tubuh ‘meyakinkan’, namun siapa yang menyangka, bahwa ia adalah ‘musuh dalam selimut’. Sungguh benar apa yang disabdakan Nabi Muhammad saw: “Sesungguhnya Allah tidak melihat penampilan wajah dan jasmani kalian, tetapi Dia melihat hati kalian, maka perhatikan perilaku dan perbuatan Anda.”
BACA JUGA: Belajar dari Sikap Tawadhunya Umar bin Khattab
Lebih jauh lagi Allah memberikan peringatan dalam pergaulan, agar kita tidak tertipu dengan kepandaian berbicara seseorang dan atau kehebatan penampilan dan kebugaran jasmani. Kadang-kadang orang itu dengan sepele bersumpah bukan hanya atas nama rakyat atau wakil rakyat, tapi atas nama Allah.
Peringatan Allah agar kaum mukminin berhati-hati dengan orang semacam ini. Firman-Nya: “Di antara manusia ada yang kata-katanya memukau tentang kehidupan dunia, ia mempersaksikan (bersumpah) atas nama Allah, padahal ia adalah musuh paling jahat” (QS. al-Baqarah: 204).
Firman-Nya yang lain: “Jika mereka dinasihati, janganlah kalian berbuat kerusakan, mereka mengaku kami melakukan perbaikan (reformasi), tidak…, ketahuilah mereka orang-orang merusak, tetapi mereka tidak merasa” (QS. al-Baqarah: 11).
Hanya orang yang berhati bersih dan bertutur kata mulia yang tidak akan terpedaya dengan ujian kedudukan dan jabatan. Angan-angan kosong (fancy) dan pujian merupakan dua penyakit yang biasanya menyerang orang yang mempunyai kedudukan di masyarakat, khususnya para pejabat dan pemimpin.
BACA JUGA: Bagaimana Sikap Kita Saat Orang Tua Kita Melakukan Dosa?
Jika orang suka berangan-angan kosong dan menyukai pujian orang lain, dengan mudah ia akan ‘cinta dunia,’ merasa seakan ia hidup kekal di dunia, lupa kehidupan hakiki di akhirat kelak. Saat orang itu ‘berpeluang’ maka ia cenderung berbuat sewenang-wenang, tanpa peduli kemaslahatan orang banyak, yang ia pikirkan dirinya, keluarganya dan kroni-kroninya.
Akhirnya bersaranglah penyakit kronis “KKN” (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme). Obatnya adalah taubat dan segera kembali kepada agama yang mengajarkan iman dan takwa. Wallahu A’lam Bish-showab. []
SUMBER: IKADI