TERDAPAT banyak dalil bahwa iman, ibadah, dan ketaataan adalah nikmat. Iman itu manis, ibadah itu manis, taat itu manis, yang hanya bisa dirasakan oleh hati yang sehat.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam beberapa hadisnya juga menyebutkan bahwa iman itu rasanya lezat. Diantaranya, dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Ada tiga hal, siapa yang memilikinya maka dia akan bisa merasakan manisnya iman. [1] Allah dan Rasul-Nya menjadi sesuatu yang paling dia cintai melebihi yang lainnya. [2] Mencintai orang lain yang latar belakangnya hanya karena Allah. [3] dan dia benci untuk kembali kepada kekufuran sebagaimana dia benci untuk dilemparkan ke neraka. (Bukhari 6941 & Muslim 174).
Kemudian, dalam hadis yang lain, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebut shalat sebagai sesuatu yang menenangkan. Dalam hadis dari Anas bin Malik, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Ketenangan hatiku dijadikan dalam shalat.” (HR. Ahmad12293, Nasai 3956, dan dihasankan Syuaib al-Arnauth)
Mengapa Ketika Ibadah Kita Tidak Nyaman?
Yang menjadi pertanyaan adalah mengapa ketika kita melakukan ketaatan, kita selalu merasa tidak nyaman? Kita merasa tidak betah. Bahkan umumnya kita berfikir bagaimana agar ibadah itu segera selesai.
Bukankah taat itu nikmat? Shalat itu menenangkan? Ibadah itu rasanya lezat? Tapi mengapa seolah menjadi beban yang sangat berat bagi kita?
Jawabannya adalah karena hati kita sedang sakit. Sebagaimana ketika fisik kita sedang sakit, semua terasa pahit, meskipun sejatinya itu nikmat. Orang sakit diberi makanan selezat apapun, tidak akan bisa dia nikmati. Karena semua terasa pahit. Bagi orang sehat, mandi dengan air itu menyegarkan, tapi bagi orang sakit, itu menyiksa dirinya. Karena dia sakit, sehingga tidak bisa menikmati yang lezat
Bagaimana penawarnya?
Ibnul Qoyim menyebutkan teori pengobatan orang sakit. Teori ini berlaku dalam semua tindakan pengobatan orang yang sakit, baik sakit fisik maupun sakit hati.
Kata Ibnul Qoyim,
Menjaga kesehatan berporos pada tiga hal:
Pertama, Menjaga kekuatan
Kita harus memberikan nutrisi bagi hati. Diantaranya dengan banyak berdzikir, banyak mendekatkan diri kepada Allah, banyak belajar agama, dst.
Kedua, Perlindungan dari sesutau yang memperparah sakitnya
Dalam menjaga kesehatan hati yang sakit, kita harus menjaga diri dari kondisi yang memperparah penyakit hati kita. Itulah dosa dan maksiat. Karena dosa dan maksiat adalah noda bagi hati.
Ketiga, Membersihakan sumber penyakit
Dalam menjaga kesehatan hati yang sakit juga demikian, kita harus membersihkan sumber penyakit hati. Dengan cara membersihkan noda dosa. Bentuknya, banyak bertaubat kepada Allah, memohon ampun atas kesalahan yang kita lakukan, dst. Allahu a’lam. []
Sumber: Ighatsah al-Lahafan ( 1/16) oleh konsultasi syari’ah .