Oleh: Masyithoh Zahrodien
Aktivis Muslimah Malang
agustinpratiwi2508@gmail.com
PEMUDA adalah ujung tombak perjuangan, mereka pemegang estafet pewaris peradaban. Di tangannya, roda kehidupan ke depan akan terlukiskan. Ke mana dia membawa kerumitan negeri menuju solusi efektif di setiap masalahnya. Ke mana dia membawa arah gerak untuk membangun setiap sendinya dengan kekuatan baru. Ataukah pemuda tak kunjung bangun dari tidurnya, berselimutkan kemalasan dan hanya merengek minta disuapi oleh mekanisme kehidupan.
Halo pemuda masa kini? Di mana kah jiwamu akan berlabuh? Apakah kalian siap menyambut sebuah perjuangan untuk menata kehidupan atau memilih sibuk dengan urusan pribadi dan menutup mata dari semua realita?
Pemuda dengan umurnya yang tentu lebih belia memiliki banyak potensi untuk melakukan perubahan dan jangka perjuangan lebih panjang. Fisik mereka pastinya lebih kuat dan mampu memilkul beban kekinian. Apalagi era milenial kini jangan sampai pemuda yang sejak lahir menjadi digital native namun salah arah dalam memaknai kehidupan. Terjebak dengan aplikasi yang memerdayakan. Mencari status diri dan materi dari keberadaannya di dunia virtual. Besarnya potensi milenial pun terbajak dan lumpuh dalam mesin mesin pintar yang mereka buat sendiri.
BACA JUGA: Pemuda Terbaik Pembawa Perubahan
Pemuda harapan yang dinanti menjelma menjadi mesin pencetak uang yang tak kenal dengan carut marut negeri. Boro-boro berfikir tentang menjadi estafet generasi dan pewaris peradaban selanjutnya, dirinya sendiri sibuk mencari nilai yang tak berarti dan kambing hitam sosial media. Inilah realita yang harus dihadapi dan menjadi PR besar yang harus ditanggung bersama.
Jadi? Masih sepakat bahwa pemuda yang akan mewarisi peradaban ini? Ya tentu saja, memangnya mau siapa lagi?
Kian hari para pemuda terpapar sekularisme, kapitalisme, kebejatan moral meningkat dan LGBT yang semakin membumi. Output pendidikan yang hanya mencari remah remah materi, kondisi politik yang jelas dilahap oleh orang yang berhasrat pada kekuasaan. Masyarakat yang semakin apatis dan hanya lebih condong kepada pragmatisme yang memberikan nilai materi tanpa memandang sisi kemanusiaan apalagi agama.
Sekali lagi ini adalah PR besar bagi kita semua. Wahai pemuda, di mana kah hati ini akan berlabuh? Harus ada cara kekinian untuk menjemput hati para pemuda. Membuka mata mereka, hati mereka, pikiran mereka, telinga mereka agar peka dengan kondisi yang terjadi hari ini.
BACA JUGA: Pemuda Tampan di Perang Uhud
Lantas pemuda pun harusnya digiring untuk mencari tahu kenapa semua kerusakan ini bisa terjadi dan yang paling penting apa yang harus dilakukan pemuda untuk menjawab semua problematika yang telah terjadi. Maka pemuda butuh ngaji. Mengkaji dan mencari tahu apa saja yang harus mereka pahami dalam kehidupan mereka agar selamat sampai tujuan. Tujuan kita sama, kembali kepada Nya dan ditempatkan di sebaik sebaik tempat kembali.
Maka pemuda harus mengenali hakikat dirinya dan berjalan dengan tatapan yang lurus ke depan, dengan visi menerawang jauh ke negeri akhirat. Maka pemuda akan menjadi generasi yang hati hati, mereka akan memastikan setiap perkaranya akan dipertanggung jawabkan. Dia juga akan optimal dengan keterbatasan limit hidupnya.
Sungguh sungguh menjalani kehidupan menyesuaikan perbuatannya dengan apa yang disukai dan dibenci oleh Pencipa yang maha segalanya. Jelaslah kita butuh Islam untuk menerangi jalan panjang kehidupan para pemuda. Dan hanya Islam yang mampu mengurai, solutif dan efektif. Demikianlah harusnya menjadi pemuda pewaris peradaban. []
OPINI ini adalah kiriman pembaca Islampos. Kirim OPINI Anda lewat imel ke: islampos@gmail.com, paling banyak dua (2) halaman MS Word. Sertakan biodata singkat dan foto diri. Isi dari OPINI di luar tanggung jawab redaksi Islampos.