KOMUNITAS kreatif yang beragam memiliki peran penting dalam membangun kota modern seperti Depok. Hal itu diungkapkan Sapto Waluyo, Dosen STT Nurul Fikri dalam acara kuliah umum Orang Depok Menulis (ODM) 2.0 di gedung MITI Center, Jalan Marzuki Yahya, Depok (24/2). Tiap komunitas memiliki kompetensi, jika terus dikembangkan dan saling kolaborasi, maka merupakan energi besar mengubah wajah kota yang unggul, nyaman dan relijius.
“Komunitas seperti ODM memiliki kompetensi menulis (creative writing) yang tak lain bagian dari komunikasi publik. Kompetensi menulis penting untuk memberdayakan warga agar mereka bisa menyuarakan aspirasi dan kepentingannya kepada pemerintah kota,” ujar Sapto Waluyo, yang juga menjadi Pembina Relawan TIK Kota Depok.
BACA JUGA: Sapto: Pelatihan Kesehatan Warga Menghemat Anggaran Negara
Sapto menerangkan perkembangan tata kota dan karakter warga kota yang positif atau negatif, kepada 100 peserta yang berasal dari seluruh kecamatan di Depok. Penataan kota secara fisik dan massif merupakan tanggung-jawab utama pemerintah, namun pembentukan karakter dan perilaku warga kota juga menjadi tanggung-jawab warga.
Saat ini sudah diterapkan manajemen perkotaan level 4.0, dimana warga diposisikan sebagai Ko-Kreator yang melakukan inisiatif penyelesaian masalah di lingkungannya sendiri. Sementara pemerintah kota menjadi Kolaborator, bergerak bersama masyarakat agar solusi tersebut berdampak luas. “Jadi, warga tidak hanya dipandang sebagai pemukim, konsumen atau partisipan biasa dalam pembangunan kota. Demikian pula, Pemkot tidak lagi berperan sebagai administrator, penyedia jasa atau fasllitator belaka.Dalam konteks Depok 4.0, warga semakin berdaya,Pemkot memahami serta melayani kepentingan warga tanpa dipaksa,” jelas Sapto.
Kuliah umum penulisan merupakan pembuka yang akan dilanjutkan dengan workshop di tiap kecamatan. Pelenggara Forum Taman Baca Masyarakat (FTBM) Kota Depok berkolaborasi dengan Relawan TIK Depok dan Jaringan Media Profetik (JMP). Katrina yang mewakili Koordinator FTBM memaparkan FTBM Depok baru terbentuk2017, namun sudah menerbitkan buku ODM 1.0 tahun lalu. “Kemajuan sebuah kota ditunjukkan oleh berapa banyak karya warganya yang dibukukan,” begitu keyakinan Katrina dan pegiat ODM.
Editor buku ODM 1.0, Mochamad Zulkifli, memiliki keyakinan serupa. Terbukti dari partisipasi tinggi dari banyak warga dengan beragam latar belakang. Ada ibu rumah tangga, guru, pelajar/mahasiswa, dosen hingga asisten rumah tangga di pelosok kelurahan.
“Kami mengumpulkan tulisan apapun bentuk dan kualitasnya, lalu menyortir yang layak terbit dan mengeditnya. Dulu perlu waktu dua bulan untuk menerbitkan. Semoga sekarang lebih cepat,” ungkap Zul yang senang buku ODM tercatat di Perpustakaan Nasional RI dan US Library of Congress.
BACA JUGA: Achmad Zaky yang Tidak Saya Kenal
Narasumber lain dalam acara tersebut, Raistiwar Pratama, mengingatkan pentingnya memahami sejarah kota seperti Depok. Sejarah tak hanya bercerita tentang siapa melakukan apa, kapan dan dimana. Tetapi juga mengungkap: mengapa sebuah peristiwa terjadi dan apa dampak selanjutnya. “Kita perlu menelusuri mengapa ada istilah Bule atau Belanda Depok, dan apa kaitannya dengan peristiwa Gedoran Depok? Itu cuma sepenggal tragedi. Kita perlu belajar dari sejarah agar terhindar dari konflik serupa dan menjaga kedamaian,” tutur Raistiwar, ahli arsiparis pada Arsip Nasional Republik Indonesia.
Komunitas semisal ODM dapat memelihara memori kolektif warga kota dan membangkitkan semangat menuju Depok yang lebih baik. []