UMAYYAH bin Khalaf merupakan seorang tokoh kafir Quraisy yang dikenal kejam karena senantiasa menyiksa orang-orang yang masuk Islam. Dia juga senantiasa berusaha berencana untuk menghilangkan nyawa Rasulullah SAW. Hidup Umayyah akhirnya berakhir dalam sebuah perang.
Kematian Umayyah oleh kaum Muslim di perang Badar membuat anaknya, Shafwan bin Umayyah begitu dendam pada Nabi SAW yang dianggapnya bertanggung jawab atas kematian bapaknya tersebut. Ia menghasud Umair bin Wahb untuk membunuh Nabi SAW. Kesulitan ekonomi keluarga dan hutang-hutangnya akan ditanggungnya jika ia mau membalaskan dendamnya, dan Umair bersedia. Dibuatlah kesepakatan di tempat tersembunyi di dekat batu besar. Tetapi Allah SWT mengabarkan kesepakatan tersebut kepada Nabi SAW lewat malaikat Jibril, sehingga akhirnya Umair bin Wahb masuk Islam. Keadaan tersebut makin membuatnya membenci Nabi SAW.
BACA JUGA: Cara Nabi Perlakukan Tsumamah bin Utsal Al Hanafi, Pembunuh para Sahabat
Setelah perjanjian Hudaibiyah berlangsung, sahabat dekatnya yaitu Khalid bin Walid pernah mengajaknya ke Madinah menghadap Nabi SAW untuk memeluk Islam. Tetapi dendam di hatinya lebih unggul sehingga Shafwan menolak dengan keras ajakan Khalid ini, bahkan ia berkata, “Jika tiada siapapun lagi yang tersisa kecuali aku, pasti aku tidak akan mengikutinya selama-lamanya.”
Saat Penaklukan Fathul Mekkah, Shafwan melarikan diri dari Mekkah karena takut akan pembalasan kaum muslimin akibat perlawanan kerasnya selama ini kepada Nabi SAW. Umair bin Wahb merasa bahwa keislamannya tak lepas dari peran Shafwan ketika menyuruhnya untuk membunuh Nabi SAW. Umair berinisiatif meminta jaminan perlindungan keamanan Rasulullah SAW bagi Shafwan dan beliau menyetujuinya, bahkan memberikan surban beliau sebagai jaminan.
Shafwan yang saat itu bersiap-siap naik kapal di Jiddah untuk lari ke Yaman, berhasil disusul Umair dan dibujuk untuk kembali dengan jaminan Rasulullah SAW dan masuk Islam. Ia bersedia kembali bersama Umair menemui Rasulullah SAW. Di hadapan beliau Shafwan meminta tangguh dua bulan untuk berfikir, tapi Nabi SAW justru memberinya waktu empat bulan untuk menentukan sikapnya.
BACA JUGA: Kedudukan Hafshah binti Umar di Sisi Allah, Rasul, dan Para Sahabat
Dalam keadaan masih musyrik, Shafwan mengikuti Nabi SAW dalam Perang Hunain, beliau juga meminjam seratus baju besi dan perlengkapan dari dirinya. Setelah kemenangan di Perang Hunain, Nabi memberikan ratusan unta yang memenuhi bukit kepadanya, sebagai ghanimah sekaligus pengganti sebagian baju besi dan perlengkapan yang rusak dalam peperangan tersebut. Shafwan berlama-lama memandangi unta-unta yang begitu banyaknya, yang diberikan kepadanya, seakan tak percaya kalau semua itu miliknya. Ia berkata, “Tidak ada kepribadian yang sebaik ini kecuali seorang nabi, aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan kecuali Allah, dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah.”
Keislaman Shafwan ini begitu menggembirakan bagi istrinya, Al Baghum binti Mua’ddal dari Bani Kinanah, yang telah memeluk Islam sejak sebelum penaklukan kota Makkah. Sehingga keislaman Shafwan disambut gembira oleh istri tercintanya. []