Oleh: Syifa Fauziah
Mahasiswa Pascasarjana KTTI Ekonomi dan Keuangan Syariah-SKSG, Universitas Indonesia.
SEJATINYA manusia terlibat dalam kegiatan ekonomi seperti bekerja dan berwirausaha atau bisnis adalah untuk mendapatkan keuntungan atau hasil. Ujungnya hasil tersebut akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Namun bagaimana jika yang dicari adalah keuntungan atau hasil maksimal?
Mengingat prinsip ekonomi konvensional yang mengajarkan bahwa dengan pengorbanan tertentu untuk memperoleh hasil maksimal. Bahkan prinsip ekonomi tersebut menjadi pegangan teguh bagi para pelaku bisnis. Padahal tidak ada batasan yang jelas sampai dimana keuntungan maksimal yang dimaksud.
BACA JUGA: Biarlah Allah yang Membalas Semua Usaha Kita
Pada praktiknya, maksimalisasi keuntungan dalam bisnis selalu memunculkan masalah yang kompleks. Pebisnis atau pelaku usaha seringkali mengesampingkan dampak buruk bagi alam dan orang lain demi mendapatkan keuntungan maksimal. Seperti kesenjangan sosial, kemiskinan, penebangan hutan liar, limbah dan polusi, serta masih banyak lagi.
Masalah yang terjadi karena tidak ada aturan tetang keberlanjutan bagi alam dan keadilan sosial yang dibahas dalam ekonomi konvensional. Sehingga dapat dikatakan ekonomi konvesional bersifat materealistik dan individualistik.
Kemudian bagaimana Islam memandang keuntungan maksimal? Tidak ditemukan baik dalam ayat Alqur’an dan hadits Nabi SAW yang menunjukan larangan untuk mencari keuntungan maksimal dalam berbisnis.
Namun yang menjadi fokus ekonomi Islam adalah tentang cara dan proses dalam bisnis tersebut. Cara produsen menjalankan usaha demi memperoleh keuntungan haruslah sesuai dengan nilai-nilai Islam. Perlu diingat tujuan utama ekonomi Islam adalah mencapai Human Falah atau selamat di dunia dan akhirat.
Segala kegiatan ekonomi yang dilakukan pun harus bernilai Maslahah. Dalam berbisnis maka Maslahah yang akan dicapai mencakup manfaat dan berkah. Jika tujuan dan nilai tersebut menjadi pegangan maka masalah seperti yang disebutkan sebelumnya tidak akan terjadi.
Beberapa ketentuan dan aturan yang termaktub dalam Alqur’an mengenai kegiatan bisnis; pertama tidak membuat kerusakan sesuai QS al-Qashas ayat 77. Kedua menyadari bahwa kepemilikan yang hakiki adalah milik Allah SWT yang tertulis dalam QS al-Baqarah 284. Sehingga berbisnis dengan memanfaatkan sumber daya alam secara pribadi dan untuk mencari keuntungan pribadi adalah hal salah.
Ketiga tidak berbisnis yang haram, penjelasan mengenai segala yang haram ada dalam QS al-Maidah ayat 3. Sebagai seorang muslim, ada hal-hal yang dilarang untuk dikonsumsi dan tidak seharusnya juga dijadikan lahan bisnis. Keempat dan terakhir adalah peduli sesama. Islam mengajarkan bahwa setiap apa yang kita dapat ada hak orang lain didalamnya, dan harus dikeluarkan melalui zakat, infaq, sodaqoh dan sebagainya tertera dalam QS al-Baqarah ayat 267.
BACA JUGA: Surat Al-Kahfi Lindungi Muslim dari Empat Usaha Dajjal Sesatkan Manusia
Demikianlan empat aturan yang harus diperhatikan dan dijalankan muslim dalam berbisnis. Walaupun belum mencakup semua yang tertulis dalam Alqur’an, namun jika dijalankan akan mencegah permasalahan yang selama ini terjadi akibat maksimalisasi keuntungan.
Selain itu kegiatan ekonomi dan bisnis akan menjadi ibadah karena dilakukan sesuai dengan aturan Allah SWT dan Nabi SAW. Seperti yang dikatakan Yusuf Qardhawi bahwa Usaha yang dilakukan seorang muslim untuk penghidupannya pada satu sisi bersifat keduniaan, tapi disisi lain bersifat keakhiratan yakni ibadah. []
OPINI ini adalah kiriman pembaca Islampos. Kirim OPINI Anda lewat imel ke: islampos@gmail.com, paling banyak dua (2) halaman MS Word. Sertakan biodata singkat dan foto diri. Isi dari OPINI di luar tanggung jawab redaksi Islampos.