Oleh: As-Syifa
Pemerhati Perempuan dan Anggota Komunitas Revowriter
HARI perempuan internasional dirayakan pada tanggal 8 maret setiap tahunnya. Diresmikan oleh PBB untuk mewujudkan perdamaian dunia. Sekaligus perayaan pencapaian wanita secara global dan seruan untuk kesetaraan gender.
Konsep kesetaraan gender diartikan bahwa perempuan dan laki-laki harus sejajar. Perempuan harus mandiri ekonomi. Perempuan harus bebas berkespresi. Benarkah perempuan harus demikian? Mitos atau fakta ?
Perempuan dianggap harus setara dengan laki-laki. Laki-laki jadi pemimpin, perempuan juga bisa jadi pemimpin. Sesungguhnya ini hanyalah mitos. Faktanya, laki-laki pemimpin dalam rumah tangga. Kedudukan tersebut tidak pernah bergeser.
Sekalipun seorang istri bekerja dan memiliki penghasilan, pemegang keputusan tetap seorang laki-laki. Bukan berarti seorang istri tidak boleh mengungkapkan pendapatnya. Memberikan masukan kepada suaminya. Mungkin saja masukan dan ide banyak dari seorang ibu. Tapi tetap yang memiliki otoritas kepemimpinan dalam rumah tangga adalah seorang laki-laki.
BACA JUGA: Shalat Berjamaah bagi Perempuan, Apa Hukumnya?
Otoritas bukan berarti otoriter. Suami otoriter tidak merubah fakta suami adalah pemimpin. Tapi fakta ini menunjukkan bahwa ada suami yang melakukan sebuah kesalahan dan kesewenang-wenangan. Jika suami melakukan kesalahan, ia yang harus diluruskan.
Kesalahan yang dilakukan seorang pemimpin bukan berarti merubah hukum yang diberikan Allah bahwa laki-laki adalah qawwam (pemimpin) bagi perempuan.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman yang artinya “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang shalih ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasihatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Mahatinggi lagi Maha-besar.” (QS. An-Nisaa: 34).
Kepemimpinan laki-laki bagi perempuan adalah amanah. Baik kepempinan dalam rumah tangga maupun dalam hukum dan pemerintahan. Amanah ini harus dijaga dan akan dimintai pertanggungjawaban.
Jika ia melalaikan amanah ini, bersikap arogan dan otoriter, maka ia menanggung dosa akibat kelalaian dan kesalahannya. Perempuan dan laki-laki memiliki perbedaan peran masing-masing. Bukan berarti perempuan tidak boleh melakukan hal-hal yang dikerjakan seorang laki-laki.
Selama peran ini dikerjakan pada koridor yang telah ditentukan oleh syariat maka hal ini boleh saja. Perempuan boleh memimpin sebuah perusahaan. Menjadi kepala sekolah, direktur atau manajer sebuah perusahaan. Perempuan dalam Islam boleh menjadi pemimpin, tapi tidak dalam kepemimpinan rumah tangga dan negara.
Mitos kedua yaitu perempuan harus mandiri secara ekonomi. Mengapa mitos? Karena faktanya perempuan secara ekonomi ditanggung oleh bapak, suami, saudara laki-laki. Dalam Islam yang bertanggung jawab memberi nafkah terhadap perempuan adalah para laki-laki dalam keluarga mereka atau keluarga terdekat perempuan.
Jika mereka tidak memiliki kerabat sama sekali maka beban nafkah tersebut akan berpindah kepada negara. Meski demikian perempuan boleh bekerja, tapi tidak menggurkan kewajiban nafkah suami. Ia boleh membantu meringankan beban suami dan keluarganya dengan restu suami.
BACA JUGA: Aisyah Jelaskan Ciri-ciri Perempuan Paling Utama
Maraknya perempuan ‘dasteran’ saat ini dengan penghasilan jutaan bahkan milyaran tidak menggugurkan kewajiban nafkah suami terhadap isteri atau perempuan dalam keluarga mereka. Mengapa banyak perempuan terjun menjadi pekerja karena kondisi ekonomi yang mengharuskan mereka membantu suami memenuhi kebutuhan rumah dan sekolah anak-anak mereka.
Perempuan yang merasa cukup dan mensyukuri pemberian suami dan memilih jadi ibu rumah tangga tulen tidak bisa dikatakan perempuan lemah atau dipandang sebelah mata. Faktanya dalam islam Ibu rumah tangga adalah profesi mulia.
Sebagaimana Rasulullah memuliakan pekerjaan seorang ibu. Sayangnya, saat ini pemahaman masyarakat mulai bergeser. Perempuan mandiri, karir jadi profesi yang lebih membanggakan ketimbang menjadi seorang ibu rumah tangga.
BACA JUGA: Di Akhir Zaman, Banyaknya Perdagangan oleh Kaum Perempuan
Perempuan adalah partner laki-laki dalam Islam. Kedudukannya mulia. Dihormati dan dilindungi. Bagaimana perlakuan Rasulullah kepada istri-istrinya menunjukkan sikap teladan bagi laki-laki memperlakukan istri mereka dengan baik. Berlemah lembut kepada perempuan. Bahkan negara sampai memerangi suatu kaum karena ada seseorang yang menyingkap aurat seorang wanita pada masa itu.
Kondisi ini sangat jauh dari masyarakat kita saat ini. Perempuan menjadi budak seks, bahkan dipaksa dan terpaksa menjadi tulang punggung keluarga, menjadi korban eksploitasi, mengalami kekerasan dalam rumah tangga. Lingkungan kapitalistik semakin melemahkan kemulian seorang perempuan.
Mengembalikan kemulian perempuan dengan mengembalikan mindset berpikir masyarakat tentang posisi perempuan. Menciptakan lingkungan yang kondusif bagi keamanan seorang perempuan.
Menghentikan eksploitasi perempuan. Menutup lokalisasi. Termasuk perbaikan kondisi ekonomi dan lapangan pekerjaan seluas-luasnya bagi kaum laki-laki. Sehingga masing-masing diberikan peran sesuai porsinya masing-masing. []
OPINI ini adalah kiriman pembaca Islampos. Kirim OPINI Anda lewat imel ke: islampos@gmail.com, paling banyak dua (2) halaman MS Word. Sertakan biodata singkat dan foto diri. Isi dari OPINI di luar tanggung jawab redaksi Islampos.