CHRISTCHURCH — Salah seorang relawan tim khusus yang dibentuk untuk melaksanakan penyelenggaraan jenazah korban teror dua masjid di Christchurch, bercerita tentang kesan-kesannya selama proses tersebut berlangsung.
Mo, relawan yang tak ingin diketahui nama lengkapnya itu mengakatakan, dirinya sengaja datang dari Brisbane, Australia, dan menjadi relawan proses memandikan jenazah korban.
Dia mengatakan tim yang bekerja tak kenal lelah itu terdiri dari 10 relawan dan tiga dokter di mana mereka juga mendapat bantuan dari keluarga korban.
BACA JUGA: PM Selandia Baru: Kami Tanggung Biaya Pemakaman Para Korban dan Dukung Keuangan Keluarga Mereka
Idealnya dalam Islam, kata Mo, jenazah harus dikubur setidaknya paling lambat 24 jam setelah meninggal, dengan bahan pengawet dilarang digunakan. Namun karena skala penembakan, investigasi yang mengikuti, dan proses identifikasi membuat jenazah baru diserahkan kepada keluarga 4-5 hari setelah kejadian.
Fakta itu membuat tim harus bekerja secepat mungkin. Untungnya, ada relawan yang berpengalaman dalam prosesi pemakaman.
Menurut Mo, proses penyelanggaraan jenazah korban sama seperti umumnya yang dilakukan secara Islam. Empat puluh tujug jenazah pria dipersiapkan oleh relawan pria. Sementara sisanya yang merupakan jenazah perempuan dipersiapkan relawan putri.
Tugas pertama yang menurut Mo menyeramkan adalah menangani luka tembakan.
“Para dokter membuat pekerjaan luar biasa dengan membuat jenazah itu lebih elok dipandang,” katanya.
Jenazah itu kemudian dimandikan tiga kali. Pertama menggunakan air hangat. Kedua dengan air berasal dari pohon yang dianggap suci. kemudian, jenazah dimandikan menggunakan air beraroma wangi.
Air disiramkan dari sisi kanan terlebih dahulu, dilanjutkan sisi kiri.
Setelah itu, bagian tubuh yang sering dicuci dalam wudhu seperti kaki, tangan, dan wajah dibersihkan untuk terakhir kalinya dengan kain basah.
Setelah itu jenazah diberi wewangian. Kemudian tahap terakhir adalah membungkus jenazah menggunakan kain kafan sebelum pemakaman dilaksanakan.
“Kami menangani setiap jenazah layaknya keluarga kami sendiri. Saya memandikan mereka seperti saya memandikan jenazah ayah atau saudara saya,” terang Mo.
Mo mengungkapkan, timnya juga memandikan jenazah yang bukan korban penembakan. Dia adalah relawan yang membantu komunitas lokal, namun tewas dalam kecelakaan mobil.
Dia mengungkapkan timnya jarang tidur selama tiga hari itu karena mereka memulai memandikan jenazah pukul 08.00 dan berakhir sekitar 02.00 dini hari.
BACA JUGA: Korban Teror Selandia Baru Dikebumikan, Ratusan orang Hadiri Pemakaman
Jenazah terakhir yang mereka mandikan adalah pada pukul 02.00 Jumat (22/3/2019), atau sepekan setelah kematian korban.
Mo mengatakan suasana setelah prosesi itu sangatlah emosional. Masing-masing anggota tim menangis dan berpelukan karena mereka menunaikan tugas mulia.
“Itu adalah momen yang membahagiakan karena kami tahu kami telah melaksanakan tugas kami kepada para martir ini,” jelas Mo.
Dia melanjutkan mendapatkan satu jam tidur setelah prosesi memandikan tersebut.
“Jujur saja, itu adalah waktu tidur terbaik yang saya miliki,” tukasnya. []
SUMBER: AFP