“Seorang Maliki belajar kepada Syafi’i, kenapa tidak?”
IMAM Burhanudin Ibrahim bin Ali Al-Ya’muri –rahimahullah- (wafat : 799 H) berkata : Imam Abdullah bin Abdul Hakam dan anaknya, Muhammad, mereka berdua bermadzhab Maliki. Akan tetapi bapaknya, menganjurkan anaknya untuk belajar kepada Imam Asy-Syafi’i. Muhammad bin Abdullah bin Abdul Hakam berkata:
BACA JUGA: Termasuk Adab yang Buruk: Merasa Tidak Membutuhkan Gurunya Lagi
قال لي أبي: الزم هذا الشيخ يعني الشافعي فما رأيت أبصر منه بأصول العلم أو قال: بأصول الفقه. وكان صاحب سنة وأثر وفضل مع لسان فصيح طويل وعقل رصين صحيح.
“Bapakku pernah berkata kepadaku : “Bermulazamahlah (terus-meneruslah) engkau (belajar) kepada syaikh ini, -yaitu (Imam) Asy-Syafi’i ! – Aku tidak mengetahui ada seorang yang lebih mengerti tentang pokok-pokok ilmu atau ushul fiqh, melebihi beliau. Dan adalah beliau (Asy-Syafi’i) seorang pemilik sunnah, atsar, dan keutamaan, yang diiringi dengan lisan yang sangat fasih serta pikiran yang tenang dan baik.” [ Ad-Dibajul Madzhab Fi Ma’rifati A’yani ‘Ulama’il Madzhab : 2/158 ].
BACA JUGA: Menuntut Ilmu atau Mengurus Keluarga?
Jika ingin bertambah ilmu, wawasan, serta ingin mengetahui kadar keilmuan dan kesalahan seorang guru, maka belajarlahlah kepada guru yang lain. Walaupun guru itu beda komunitas atau beda madzhab dengan anda. Supaya tidak jadi “katak dalam tempurung” , serta “tidak mudah kaget” jika ada pendapat yang berbeda dengan guru anda. Dengan catatan, selama mereka masih di atas batasan sebagai seorang yang layak diambil ilmunya. []
Facebook: Abdullah Al-Jirani