TANYA: Saya pernah membaca bahwa pezina tidak akan menikahi bidadari di surga, apakah laki-laki pezina yang sudah bertaubat masih punya kesempatan untuk menikahi bidadari surga?
Jawab: Dunia ini ibarat surga bagi orang nonMuslimdan penjara bagi mukmin. Banyak hal, yang itu bisa dinikmati nafsu manusia, namun dilarang dalam islam. Khamr, babi, darah, zina, sutera bagi lelaki, yang itu dinikmati orang kafir, namun haram bagi mukmin.
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الدُّنْيَا سِجْنُ الْمُؤْمِنِ وَ جَنَّةُ الْكَافِرِ
“Dunia itu penjara bagi orang mukmin dan surga bagi orang kafir.” (HR. Ahmad 8512, Muslim 7606 dan yang lainnya).
Karena itulah, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan janji, bahwa siapa saja yang sanggup berpuasa di dunia, menahan diri dari hal yang diharamkan, dia akan mendapatkan gantinya yang jauh lebih indah di akhirat.
Sebaliknya, mereka yang tidak bersabar ketika di dunia, dan tetap nekad melanggar apa yang diharamkan, akan diancam tidak mendapatkan gantinya di akhirat.
Dalam hadis dari Abdullah bin Umar Radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ شَرِبَ الْخَمْرَ فِي الدُّنْيَا ، ثُمَّ لَمْ يَتُبْ مِنْهَا ، حُرِمَهَا فِي الآخِرَةِ
“Siapa yang minum khamr di dunia dan dia tidak bertaubat, maka dia diharamkan di akhirat.” (HR. Bukhari 5575 & Muslim 2003)
Ancaman yang lain juga berlaku untuk sutera. Dalam hadis dari Umar bin Khatab Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَا تَلْبَسُوا الْحَرِيرَ فَإِنَّهُ مَنْ لَبِسَهُ فِي الدُّنْيَا لَمْ يَلْبَسْهُ فِي الْآخِرَةِ
“Janganlah kalian memakai sutera, karena siapa yang memakai sutera di dunia, dia tidak akan memakainya ketika di akhirat.” (HR. Bukhari 5834& Muslim 2069)
Berdasarkan beberapa dalil di atas, para ulama menetapkan satu kaidah fikih,
مَنِ اسْتَعْجَلَ الشَّيْءَ قَبْلَ أَوَانِهِ عُوْقِبَ بِحِرْمَانِهِ
“Orang yang terburu-buru melakukan sesuatu sebelum waktunya, akan diharamkan untuk mendapatkannya (setelah tiba waktunya).”
Dari sini, sebagian ulama melakukan qiyas (analogi), untuk semua pelanggaran syariat, bisa mengancam orang itu tidak mendapatkan janji kenikmatan yang semisal kelak di surga.
Diantaranya Imam Ibnul Qoyim. Dalam kitabnya Raudhatul Muhibbin (taman orang jatuh cinta) beliau menyebutkan berbagai dampak buruk zina mata dan anggota badan lainnya. Beliau menyatakan,
ومنها أنه يعرض نفسه لفوات الاستمتاع بالحور العين في المساكن الطيبة في جنات عدن
Diantara dampak buruk zina, ini akan menghalangi dirinya untuk bisa berbagi cinta dengan bidadari di kemah-kemah yang indah di surga nan abadi.
Kemudian Ibnul Qoyim menyebutkan alasannya,
والله سبحانه وتعالى إذا كان قد عاقب لابس الحرير في الدنيا بحرمانه لبسه يوم القيامة وشارب الخمر في الدنيا بحرمانه إياها يوم القيامة ، فكذلك من تمتع بالصور المحرمة في الدنيا . بل كل ما ناله العبد في الدنيا من حرام فاته نظيره يوم القيامة
Karena ketika Allah menghukum orang yang memakai sutera di dunia dengan Allah haramkan dia untuk memakainya di akhirat, juga menghukum peminum khamr di dunia, dengan Allah haramkan untuk meminumnya di akhirat. Demikian pula ketika seseorang menikmati gambar yang haram di dunia, bahkan semua hal yang haram, yang dilanggar oleh hamba di dunia, dia bisa tidak mendapatkan yang semisal ketika di akhirat. (Raudhatul Muhibbin, 1/362).
Saatnya Waspada
Saatnya kita mulai waspada, karena semua pelanggaran yang kita lakukan, mengancam kesejahteraan masa depan kita di akhirat. Orang cerdas tidak akan mengorbankan kenikmatan akhirat yanng abadi dengan kenikmatan dunia yang fana.
Imam an-Nawawi dalam syairnya di Riyadhus Sholihin, beliaua menuliskan,
إِنَّ لِلهِ عِبَادًا فُطَنَا *** طَلَّقُوْا الدُّنْيَا وَ خَافُوْا الْفِتَنَا
نَظَرُوْا فِيْهَا فَلَمَّا عَلِمُوْا *** أَنَّهَا لَيْسَتْ لِحَيٍّ وَطَنَا
جَعَلُوْهَا لُجَّةً وَ اتَّخَذُوْا *** صَالِحَ الْأَعْمَالِ فِيْهَا سُفَنَا
Sesungguhnya Allah memiliki beberapa hamba yang cerdik,
mereka menanggalkan dunia karena khawatir siksa
Mereka merenungkan isi dunia, ketika mereka sadar, dunia bukanlah negeri orang yang hidup
Mereka pun menjadikannya laksana samudera dan amal shalih sebagai bahteranya. Wallahu a’lam. []
Sumber: Konsultasi Syariah.