PADA usia dua puluh lima tahun, Nabi Muhammad shallallahu ‘alayhi wa sallam menerima lamaran Khadijah, sepupu jauhnya, yang usianya lima belas tahun lebih tua darinya. Mereka memiliki enam anak: dua putra, Qasim dan ‘Abdullah, keduanya meninggal saat masih bayi, dan empat anak perempuan, Zaynab, Ruqayyah, Umm Kulthum, dan Fatimah.
Lima belas tahun kemudian, Nabi datang kepada Khadijah dengan hati gemetar setelah menerima wahyu pertama. Nabi memberitahukan kepadanya tentang kejadian tersebut dan berkata kepadanya, “Wahai Khadijah, apa yang telah terjadi padaku? Aku takut pada diriku sendiri?”
BACA JUGA: Tempat Khusus Khadijah di Hati Nabi
Khadijah menjawab: “Tidak mungkin, berbahagialah, aku bersumpah demi Allah bahwa dia tidak akan pernah mempermalukanmu. Demi Allah, engkau selalu mengatakan yang sebenarnya, engkau membantu beban orang lain, engkau membantu orang miskin, engkau menyambut tamu dan engkau membantu perubahan yang memengaruhi orang.”
Perkataan ini diriwayatkan oleh ‘A’isyah dan dikumpulkan oleh Muslim. Imam an-Nawawi, yang menulis tentang Sahih Muslim mengatakan bahwa para ulama telah menjelaskan pernyataan Khadijah ini dengan mengatakan bahwa Khadijah tahu bahwa Allah tidak akan pernah membiarkan seseorang yang diberi sifat dan tata cara mulia seperti itu oleh-Nya, untuk terpengaruh oleh kegilaan jahiliyah, karena tata krama itu sendiri merupakan berkah dari Allah.
Lihatlah keyakinannya dalam apa yang Nabi sallallahu ‘alayhi wa sallam katakan. Jeda sejenak dan catat kata-katanya yang berbobot. Khadijah tidak meragukannya, atau tidak menunjukkan sedikit pun keraguan terhadap kata-kata yang diucapkan suaminya itu. Dari sini jelas menunjukkan Khadijah adalah sumber penghiburan dan kepercayaan terbesar Nabi, yang pertama memberikan keamanan untuknya dan tulus kepadanya.
Khadijah beriman kepada apa yang dibawa suaminya dan yang pertama memercayainya, dan siapa yang bisa mengenalnya lebih baik?
BACA JUGA: Khadijah, Karunia besar dari Allah
Bagaimanapun, Khadijah telah menikahi Nabi selama lima belas tahun. Khadijah yakin bahwa peristiwa itu hanya bisa menjadi salah satu karakter fasih yang bisa menjadi pewahyu dari Allah dan karenanya dia adalah hati pertama yang tergerak, dan menerima Islam. []