ITALIA–Paus Fransiskus mengatakan bahwa Amerika Serikat (AS) dan Eropa bertanggungjawab atas kematian di beberapa negara Muslim. Menurut Paus penjualan senjata oleh AS dan Eropa merupakan penyebab kematian orang, termasuk anak-anak, di Yaman, Suriah, dan Afghanistan.
“Orang kaya Eropa dan Amerika menjual senjata…digunakan untuk membunuh orang dewasa dan anak-anak,” kata paus, dalam sambutan yang belum pernah terjadi sebelumnya ketika berbicara kepada para siswa dan guru di Institut San Carlo di Milan pada Sabtu (6/4/2019), Associated Press melaporkan.
BACA JUGA: Paus Fransiskus: Pastor Pelaku Pelecehan Seksual adalah Alat Setan
Paus mengatakan negara-negara yang dilanda kekerasan seperti Yaman, Suriah, dan Afghanistan tidak akan terlibat perang jika bukan karena senjata.
“Sebuah negara yang memproduksi dan menjual senjata, berdasarkan nurani, bertanggungjawab atas kematian setiap anak dan kehancuran setiap keluarga,” ungkap Paus.
BACA JUGA: Paus Fransiskus: Media Sosial Ancam Kaum Muda jadi ‘Anti-Sosial’
AS dan negara-negara Eropa utama, seperti Inggris dan Prancis, telah menjual banyak senjata ke Arab Saudi dan sekutunya, yang menyerbu Yaman pada Maret 2015.
Pada Maret lalu, kelompok advokasi hak anak yang bermarkas di London, Save the Children melaporkan bahwa sebanyak 37 anak-anak Yaman terbunuh atau terluka oleh bom asing setiap bulan.
Kekerasan melanda Suriah pada tahun 2011. AS dan sekutu-sekutu Eropa dan regionalnya mulai mendanai dan menawarkan jenis-jenis dukungan lain untuk berbagai pakaian militan dan teroris di negara Arab yang mencoba gagal menggulingkan pemerintah Suriah.
BACA JUGA: Aksi Tolak Bangun Ulang Patung Assad, Demonstran: Suriah bukan Milik Assad
Desember lalu, Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia, sebuah pemantau yang berbasis di Inggris, mengatakan lebih dari 21.000 anak telah meninggal sejak negara itu terjerumus ke dalam konflik.
Di bawah panji “perang melawan teror,” AS menginvasi Afghanistan pada tahun 2001. Ribuan warga sipil telah terbunuh setiap tahun sejak itu. []
SUMBER: PRESSTV