ADA yang pernah bertanya kepada kami tentang malam Lailatul Qadar, dimana penanya pernah mendapatkan suatu materi kajian, bahwa –katanya- malam Lailatul Qadar sudah tidak ada lagi. Pendapat ini tidak benar, bahkan termasuk pendapat ganjil/nyleneh yang menyelisihi dalil dan ijma’ ( konsensus ulama’ ) yang menunjukkan, bahwa Laitalul Qodar masih terus ada sampai hari kiamat.
Hal ini telah dijawab oleh Imam An-Nawawi –rahimahullah- (w.676 H) beliau berkata :
وَقَدْ جَمَعَهَا الْقَاضِي الْإِمَامُ أَبُو الْفَضْلِ عِيَاضٌ السَّبْتِيُّ الْمَالِكِيُّ فِي شَرْحِ صَحِيحِ مُسْلِمٍ فَاسْتَوْعَبَهَا وَأَتْقَنَهَا وَمُخْتَصَرُ مَا حَكَاهُ أَنَّهُ قَالَ أَجْمَعَ مَنْ يُعْتَدُّ بِهِ مِنْ الْعُلَمَاءِ الْمُتَقَدِّمِينَ وَالْمُتَأَخِّرِينَ عَلَى أَنَّ لَيْلَةُ الْقَدْرِ بَاقِيَةٌ دَائِمَةٌ إلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ لِلْأَحَادِيثِ الصَّرِيحَةِ الصَّحِيحَةِ فِي الْأَمْرِ بِطَلَبِهَا قَالَ وَشَذَّ قَوْمٌ فَقَالُوا رُفِعَتْ وَكَذَا حَكَى أَصْحَابُنَا هَذَا الْقَوْلَ عَنْ قَوْمٍ
“Qadhi Imam Abul Fadhl ‘Uyadh Al-Busti Al-Maliki –rahimahullah- telah mengumpulkannya (masalah-masalah yang berkaitan dengan malam Lailatul Qadar) di dalam “Syarh Shahih Muslim” dengan meluaskan dan memantapkan pembahasannya. Ringkasan apa yang beliau hikayatkan, sesungguhnya beliau berkata : Para ulama’ dari kurun terdahulu dan belakangan yang diperhitungkan keilmuan mereka telah berijma’ (berkonsensus), sesungguhnya malam Lailatul Qadar terus ada sampai hari kiamat berdasarkan hadits-hadits shahih yang secara jelas memerintahkan untuk mencarinya. Sebagian orang telah berpendapat dengan pendapat ganjil dalam hal ini. Mereka berkata : Lailatul Qadar telah diangkat (tidak ada lagi). Demikian para sahabat kami telah menghikayatkan pendapat ini dari suatu kaum”. [ Majmu’ Syarhul Muhadzdzab : 6/458 ].
BACA JUGA: 8 Pendapat Ulama tentang Waktu Terjadinya Lailatul Qadar
Orang-orang yang mengingkari keberadaan Lailatur Qadar, berdalil dengan sebuah hadits, dimana Rarulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:
فَتَلَاحَى رَجُلَانِ فَرُفِعَتْ
“Dua orang itu saling mencaci, maka akhirnya diangkat (Lailatul Qadar)”. [Musnad Ahmad : 37/346 ].
Pendalilan dengan hadits di atas untuk menyatakan bahwa Lailatul Qadar sudah tidak ada, merupakan suatu kesalahan fatal. Karena hadits di atas harus dibawakan secara lengkap baru kemudian dipahami dengan benar. Secara lengkap, hadits di atas diriwayatkan dari Ubadah bin Ash-Shamith –radhiallahu ‘anhu- beliau berkata :
خَرَجَ عَلَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ يُرِيدُ أَنْ يُخْبِرَنَا بِلَيْلَةِ الْقَدْرِ فَتَلَاحَى رَجُلَانِ فَرُفِعَتْ فَقَالَ: «خَرَجْتُ وَأَنَا أُرِيدُ أَنْ أُخْبِرَكُمْ بِلَيْلَةِ الْقَدْرِ، فَتَلَاحَى رَجُلَانِ فَرُفِعَتْ، فَالْتَمِسُوهَا فِي التَّاسِعَةِ وَالسَّابِعَةِ وَالْخَامِسَةِ» حَدَّثَنَا عَبِيدَةُ وَقَالَ: «الْتَمِسُوهَا فِي التَّاسِعَةِ الَّتِي تَبْقَى»
“Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- keluar kepada kami dan beliau ingin mengabarkan kepada kami tentang malam Lailatul Qadar. Akan tetapi ada dua orang laki-laki yang saling mencaci, maka diangkat (Lailatul Qadar) itu. Maka hendaknya kalian mencarinya di malam kesembilan, ketujuh dan kelima”. Ubaidah menceritakan kepada kami, dia berkata : “Hendaknya kalian mencarinya di malam sembilan yang tersisa”. [Musnad Ahmad : 37/346 ].
Hadits tersebut di atas dishahihkan oleh An-Nawawi –rahimahullah-. Beliau berkata :
وَهُوَ حَدِيثٌ صَحِيحٌ
“Hadits itu hadits yang shahih”. [ Al-Majmu’ : 6/458 ].
Kalimat terakhir dari nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- yang berbunyi : “Maka hendaknya kalian mencarinya di malam kesembilan, ketujuh dan kelima”, sebagai bukti bahwa malam Lailatul Qadar itu masih ada dan akan terus ada sampai hari Kiamat. Karena jika sudah tidak ada, tidak mungkin nabi akan memerintahkan untuk mencarinya.
Adapun yang dimaksud dengan kalimat “diangkat” dalam hadits di atas, bukan malam Lailatul Qadarnya, akan tetapi “ilmu tentang waktu pasti malam Lailatul Qadar itu jatuh di malam keberapa”.
Imam Al-Qadhi ‘Iyyadh –rahimahullah- (w. 544 H) berkata :
ومعنى هذا عندنا أنه رفع عنه علم عينِها
“Makna (hadits) ini menurut kami, sesungguhnya yang diangkat adalah ilmu tentang penetapan waktunya secara pasti (bukan keberadaan malam Lailatul Qadar)”. [ Ikmalul Mu’lim : 4/146 ].
Imam An-Nawawi –rahimahullah- berkata :
وَفِيهِ التَّصْرِيحُ بِأَنَّ الْمُرَادَ بِرَفْعِهَا رفع عِلْمُهُ بِعَيْنِهَا ذَلِكَ الْوَقْتِ
“Di dalam hadits ini terdapat penjelasan gamblang, sesungguhnya yang dimaksud dengan kalimat “diangkat”, artinya diangkat ilmu tentang waktunya secara pasti”. [ Al-Majmu’ : 6/459 ].
Kesimpulan :
Malam Lailatul Qadar terus ada sampai hari kiamat berdasarkan dalil dan ijma’ ulama’. Adapun yang ditiadakan oleh Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- hanyalah pemberitahuan atau ilmu tentang waktu turunnya secara tepat. Hikmahnya, agar umatnya lebih bersemangat dalam mencarinya di waktu-waktu yang telah diisyaratkan oleh beliau –shallallahu ‘alaihi wa sallam-.
BACA JUGA: 4 Makna Lailatul Qadar
Faidah :
Dalam hadits Ubadah bin Ash-Shamith –radhiallahu ‘anhu- di atas juga terdapat faidah lain sebagaimana disebutkan oleh Imam Al-Qadhi ‘Iyadh –rahimahullah- beliau berkata :
وفيه شؤم الخصام والتلاحى، وعقوبة العامة بذنب الخاصة
“Di dalamnya terdapat pelajaran akan adanya kesialan karena pertengkaran/perdebatan dan saling caci maki, serta adanya hukuman (Alloh) yang bersifat umum (merata) disebabkan suatu dosa yang dilakukan secara khusus (hanya orang tertentu)”. [ Ikmalul Mu’lim : idem ].
Ini sebagai nasihat bagi kita sekalian, terutama para pengguna medsos, hendaknya menjauhi perdebatan dan saling caci maki. Karena hal itu akan menjadi sebab sebuah keburukan yang menimpa banyak orang secara merata, tidak hanya mereka yang melakukannya saja. Wa billahit taufiq. Alhamdulillah rabbil ‘alamin. []
Facebook: Abdullah Al Jirani