DELAPAN golongan yang berhak menerima zakat, telah disebutkan oleh Alloh dalam firman-Nya:
إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” [ QS. At-Taubah : 60 ].
Penjelasan:
[1]. Faqir : Seorang yang tidak mempunyai kecukupan untuk dirinya dan keluarganya. Atau dengan ungkapan lain : Seorang yang penghasilannya selama satu bulan tidak cukup untuk setengah bulan atau bahkan tidak sampai setenbulan.
[2]. Miskin : Seorang yang tidak mempunyai kecukupan untuk dirinya dan keluarganya. Akan tetapi kondisinya lebih ringan dari faqir. Dengan ungkapan lain : seorang yang penghasilannya salam satu bulan, tidak cukup untuk satu bulan, namun cukup untuk setengah bulan. [ Lihat Taudhihul Ahkam : 3/418 ].
BACA JUGA: Tuntunan Zakat Fitrah
Faqir dan miskin, dua golongan ini bersepakat dari sisi sama-sama membutuhkan kecukupan untuk diri dan keluarganya. Namun faqir lebih parah atau lebih butuh lagi. Sebagaimana dinyatakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah –rohimahullah- beliau berkata :
فالفقراء و المساكين يجمعهما معنى للحاجة إلى الكفاية
“Orang-orang faqir dan miskin, keduanya terkumpul pada makna membutuhkan kepada kecukupan”. [ Majmu’ Fatawa : 28/274 ].
Di halaman lain, beliau –rohimahullah- juga berkata :
كل من ليس له كفاية تكفيه و تكفي عياله فهو من الفقراء و المساكين
“Setiap orang yang tidak memiliki kecukupan untuk mencukupi diri dan keluarganya, maka dia termasuk faqir dan miskin.” [ Majmu’ Fatawa : 27/569-571 ].
Perlu untuk diketahui, bahwa makna yang dinginkan dari kata faqir dan miskin dalam bab zakat, bukanlah makna secara istilah. Akan tetapi yang dimakukan makna secara syari’i. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah –rohimahullah- berkata :
وَالْفَقِيرُ الشَّرْعِيُّ الْمَذْكُورُ فِي الْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ الَّذِي يَسْتَحِقُّ مِنْ الزَّكَاةِ وَالْمَصَالِحِ وَنَحْوِهِمَا، لَيْسَ هُوَ الْفَقِيرُ الِاصْطِلَاحِيُّ الَّذِي يَتَقَيَّدُ بِلُبْسَةٍ مُعَيَّنَةٍ، وَطَرِيقَةٍ مُعَيَّنَةٍ، بَلْ كُلُّ مَنْ لَيْسَ لَهُ كِفَايَةٌ تَكْفِيهِ وَتَكْفِي عِيَالَهُ فَهُوَ مِنْ الْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ
“Faqir menurut istilah syar’i yang disebutkan dalam Al-Qur’an dan Sunnah yang berhak menerima zakat dan kemashlahatan serta yang semisal keduanya, bukanlah faqir dalam makna istilah yang dibatasi dengan pakaian tertentu dan cara tertentu. Bahkan setiap orang yang tidak memiliki kecukupan untuk mencukupi dia dan keluarganya, maka dia termasuk faqir dan miskin.” [ Majmu’ Fatawa : 27/569-571 ].
Sebagai referensi : Tafsir Ibnu Katsir : 4/145, Majmu’ Fatawa : 27/569-571, 28/274, Al-Mughni : 4/306, Taudhih : 3/417 ].
[3]. Amil Zakat :
Al-Imam Ath-Thobari –rohimahullah- ( wafat : 310 ) berkata :
وهم السعاة في قبضها من أهلها، ووضعها في مستحقِّيها، يعطون ذلك بالسعاية، أغنياء كانوا أو فقراء.
“Mereka adalah orang-orang yang bertugas menerima zakat dari orang-orang yang wajib mengeluarkannya dan meletakkan atau mendistribusikannya kepada orang-orang yang berhak menerimanya. Mereka diberi dengan sebab tugas ynng mereka lakukan, baik mereka orang kaya atau faqir.” [ Jami’ul Bayan Li Tafsiril Qur’an : 14/310 ].
Asy-Syaikh Abdullah bin Abdurrahma Alu Bassam –rohimahullah- berkata :
كل من له عمل في تحصيل الزكاة، من جابٍ، أو كاتب، أو حافظٍ، أو راعٍ، أو حاملٍ، أو غير ذلك.
“Setiap orang yang memiliki tugas untuk mewujudkan zakat, dari memunggut, atau menulis, atau menjaga, atau mengawasi, atau memikul atau selain dari pada itu”. [ Taudhihul Ahkam : 3/416 ].
Ibnu Qudamah –rohimahullah- dalam Al-Mughni ( 4/306 ) : “( amil zakat ) mereka adalah para pemunggut zakat yang diutus oleh seorang imam ( pemimpin )….”,
BACA JUGA: Hukuman bagi Malik bin Nuwairah karena Tidak Mau Membayar Zakat
Seberapa besar bagian amil zakat ? Al-Imam Abu Ja’far Ath-Thobari –rohimahullah- berkata :
وأولى الأقوال في ذلك بالصواب، قولُ من قال: يعطى العامل عليها على قدر عُمالته وأجر مثله.
“Pendapat yang paling benar dalam masalah ini, pendapat yang menyatakan bahwa amil zakat itu diberi sesuai dengan kadar ( berat/ringannya ) pekerjaannya dan upah yang semisalnya”.[ Jami’ul Bayan Lit Ta’wilil Qur’an : 14/312 ].
Maksudnya, semakin berat tanggung jawab dan pekerjaannya, maka bagian zakatnya semakin banyak.
[4]. Mu’allaf qulubuhum : mereka adalah orang-orang yang diinginkan untuk dilunakkan hatinya. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah –rohimahullah- berkata :
وَالْمُؤَلَّفَةُ قُلُوبُهُمْ نَوْعَانِ: كَافِرٌ وَمُسْلِمٌ. فَالْكَافِرُ: إمَّا أَنْ يُرْجَى بِعَطِيَّتِهِ مَنْفَعَةٌ: كَإِسْلَامِهِ؛ أَوْ دَفْعُ مَضَرَّتِهِ إذَا لَمْ يَنْدَفِعْ إلَّا بِذَلِكَ. وَالْمُسْلِمُ الْمُطَاعُ يُرْجَى بِعَطِيَّتِهِ الْمَنْفَعَةُ أَيْضًا كَحُسْنِ إسْلَامِهِ. أَوْ إسْلَامُ نَظِيرِهِ أَوْ جِبَايَةُ الْمَالِ مِمَّنْ لَا يُعْطِيهِ إلَّا لِخَوْفِ أَوْ النِّكَايَةِ فِي الْعَدُوِّ. أَوْ كَفُّ ضَرَرِهِ عَنْ الْمُسْلِمِينَ إذَا لَمْ يَنْكَفَّ إلَّا بِذَلِكَ.
“Mu’allafah qulubuhum ada dua jenis : Kafir dan Muslim. Kafir ( yang diberi zakat fitrah ) adalah seorang kafir yang apabila diberi, diharapkan ada manfaat, seperti : keislamanya ( dia masuk Islam ), atau untuk menolak mudharatnya apabila tidak dapat ditolak kecuali dengannya. Muslim yang yang ditaati, yaitu seorang yang apabila diberi zakat fitrah diharapkan adanya manfaat, seperti kebaikan Islamnya, atau keislaman yang semisalnya, atau ( diharapkan ) terkumpulnya harta dari orang-orang yang tidak mau memberikannya kecuali karena takut, atau karena pemaksaan pada musuh, atau ( diharapkan ) bisa dicegah kemudhorotannya terhadap kaum muslimin, apabila tidak bisa dicegah kecuali dengan hal itu ( diberi zakat ).” [ Majmu’ Fatawa : 28/290 ].
Simak juga : [ Tafsir Ibnu katsir : 4/146 ].
[5]. Orang dalam perbudakan :
Asy-Syaikh abdullah bin Abdurrahman Alu Bassam –rohimahullah- berkata :
وهو الرقيق الذي اشترى نفسه من سيده، فيُعطى ما يوفى به دين كتابته، ويعتق به نفسه
“Seorang budak yang hendak menebus diri dari tuannya ( untuk merdeka ).” [ At-Taudhih : 3/418 ].
Bahkan syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah –rohimahullah- memasukkan menebus tawanan perang dan membebaskan budak secara umum ( tidak hanya jenis budak mukatabah ). Simak : [ Majmu’ Fatawa : 28/274 ].
[6]. Orang yang berhutang :
Ibnu Qudamah Al-Maqdisi –rohimahullah- berkata :
هم المدينون العاجزون عن الوفاء ديونهم
“Mereka adalah orang-orang yang memiliki hutang yang tidak mampu untuk melunasi hutang mereka.”[ Al-Mughni : 9/323-226 ].
Orang yang memiliki hutang yang berhak mendapatkan zakat fitrah, adalah yang tidak memiliki kemampuan untuk membayar hutangnya. Adapun yang masih memiliki kemampuan untuk melunasi hutangnya, maka tidak berhak mendapatkan.
Menurut syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah –rohimahullah-, orang yang hutang untuk maksiat kepada Alloh dan tidak mampu untuk melunasi hutangnya, maka tidak dapat hak dari zakat fitrah, sampai dia bertaubat kepada Alloh. [ Majmu’ Fatawa : 28/274 ].
[7]. Sabilillah ( di jalan Alloh ) :
Al-Imam Al-Qurthubi –rohimahullah- berkata :
وفي النفقة في نصرة دين الله وطريقه وشريعته التي شرعها لعباده، بقتال أعدائه، وذلك هو غزو الكفار
“Dalam nafkah ( biaya ) dalam menolong agama Alloh, jalan dan syari’at-Nya yang telah Dia syari’atkan kepada para hambanya dengan memerangi musuh-musuhnya. Dan yang demikian itu adalah memerangi orang-orang kafir”. [ Jami’ul Bayan Lit Ta’wilil Qur’an : 14/319 ].
BACA JUGA: Wajibkah Zakat Fitrah untuk Janin?
Al-Imam Al-Qurthubi –rohimahullah- berkata :
(وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ) وَهُمُ الْغُزَاةُ وَمَوْضِعُ الرِّبَاطِ، يُعْطَوْنَ مَا يُنْفِقُونَ فِي غَزْوِهِمْ كَانُوا أَغْنِيَاءَ أَوْ فُقَرَاءَ. وَهَذَا قَوْلُ أَكْثَرِ الْعُلَمَاءِ، وَهُوَ تَحْصِيلُ مَذْهَبِ مَالِكٍ رَحِمَهُ اللَّهُ
“( Fi sabilillah ) maknanya : mereka adalah orang-orang yang berperang di jalan Alloh dan di tempat perbatasan dengan musuh. Maka mereka diberi ( dari zakat ) apa yang dapat membiayai peperangan mereka, baik mereka kaya atau miskin. Ini merupakan pendapat dari mayoritas ulama’, serta realisasi dari madzhab Imam Malik –rohimahullah-. [ Al-Jami’ Liahkamil Qur’an : 8/185 ].
Pendapat yang menyatakan bahwa makna fi sabilillah adalah perang di jalan Alloh, merupakan pendapat dari mayoritas fuqaha’ ( ahli fiqh ) dan ahli tafsir. Insya Alloh akan kami bahas lebih detail dalam artikel tersendiri khilaf ( perbedaan pendapat ) para ulama’ dalam masalah ini.
[8]. Ibnu sabil :
وهو المسافر الذي انقطعت به النفقة في غير بلده
“Mereka adalah musafir yang terputus nafkah atau bekalnya di selain negerinya.” [ At-Taudhih : 3/419 ]. []
facebook: Abdullah Al Jirani