BANYAK yang salah mengartikan kata taaruf. Kata itu dijadikan ajang untuk pendekatan tanpa prosedur yang benar. Lalu apa bedanya kalau begitu taaruf dengan melanggar syariat Islam?
Secara bahasa ta’aruf bisa bermakna berkenalan atau saling mengenal.
“Hai manusia sesungguhnya kami telah menciptakan kalian dari seorang pria dan seorang wanita, lalu menjadikan kalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kalian saling mengenal (ta’arofu) …” (QS. Al Hujurat: 13).
Kata li ta’aarafuu dalam ayat ini mengandug makna bahwa, aslinya tujuan dari semua ciptaan Allah itu adalah agar kita semua saling mengenal. Sehingga secara umum, ta’aruf bisa berarti saling mengenal.
Jadi, kata ta’aruf itu mirip dengan makna ‘berkenalan’ dalam bahasa kita. Setiap kali kita berkenalan dengan seseorang, entah itu tetangga kita, orang baru atau sesama penumpang dalam sebuah kendaraan umum misalnya, dapat disebut sebagai ta’aruf. Ta’aruf jenis ini dianjurkan dengan siapa saja, terutama sekali dengan sesama muslim untuk mengikat hubungan persaudaraan.
Tentu saja ada batasan yang harus diperhatikan jika perkenalan itu terjadi antara dua orang berlawanan jenis, yaitu pria dengan wanita. Untuk itu umat islam sudah menganjurkan memberlakukan hijab bagi wanita muslimah, yang bukan hanya berarti selembar jilbab dan baju kurung yang menutupi tubuhnya dari pandangan pria yang bukan mahram, tapi juga mempunyai batasan pergaulannya dengan lawan jenis yang tidak diizinkan syari’at.
Ta’aruf atau perkenalan yang dianjurkan dalam islam adalah dalam batas-batas yang tidak melanggar aturan islam itu sendiri.
Kemudian dalam makna khusus proses pengenalan sesorang terhadap pria atau wanita yang akan dipilih sebagai pasangan hidup sering juga disebut sebagai ta’aruf.
Sebagai istilah ta’aruf tentu saja bebas nilai, sampai ada hal-hal yang memuat aplikasi dari hal-hal yang dianjurkan atau diwajibkan, atau sebaliknya, justru hal-hal yang tidak baik atau dilarang. Sejauh yang kami tahu, ungkapan ta’aruf ini tidak pernah disebutkan sebagai istilah khusus sengan arti perkenalan antar dua orang berlainan jenis yang ingin menjajaki kecocokan sebelum menikah.
Karena tak ada penggunaan istilah yang sama untuk makna tersebut, maka sekali lagi kata ta’aruf ini masih bebas dinilai. Dan karna bebas nilai inilah, maka aplikasi ta’aruf ini pun bisa ditarik ulur menjadi nilai-nilai yang dianjurkan atau bahkan diwajibkan, atau sebaliknya, justru menjadi nilai-nilai yang dilarang dan diharamkan. []
Sumber: buku Abu Umar Basyir “Ta’aruf Dulu Baru Menikah” disitat dari Rumaysho