TEMAN-teman baiknya memutuskan hubungan dengannya. Tunangannya membatalkan rencana pernikahan mereka. Di jalanan, ia dikutuk dan diserapahi kanan-kiri. Tapi Hisham Abu Varia tidak menyesali keputusannya menjadi perwira Arab-Israel pertama di IDF—kesatuan tentara Israel yang terkenal bengis terhadap rakyat Palestina. “Anda harus membalas budi pada negara Anda yang Anda tinggali,” katanya.
Sebuah mobil meluncur menuju Sakhnin. Di dalamnya terdapat seorang tentara Israel. Tidak seorang pun yang akan menebak bahwa pria berambut merah itu, seorang letnan dua, bukan tentara biasa. Tidak ada yang bisa mengungkapkan fakta bahwa Hisham Abu Varia adalah seorang Muslim dan saat itu ia sedang berkendara ke kampung halamannya.
“Apakah tidak masalah bagi Anda kembali ke kota Anda dengan seragam ini?” tanya seorang wartawan Ynet.
“Saya datang ke sini dengan seragam dan senjata dan mereka takut pada saya,” jawabnya. “Di lingkungan saya, Wadi Safa, setiap orang hidup dan memiliki pendapat sendiri. Mereka tidak pernah tahan terhadap ekstremis..”
Hisyam Abu Varia lahir 28 tahun yang lalu dari pasangan Khaled, kontraktor bangunan, dan Hania, seorang ibu rumah tangga. Saudaranya berjulmah 13 orang. Pada usia 10 tahun,ia sudah sibuk melakukan pekerjaan manual, dari memilih buah hingga bekerja bangunan. Setelah SMA, ia bekerja selama dua tahun meperbaiki atap-atap rumah. Dia memberikan penghasilannya kepada orang tuanya yang membayar untuk studi kedokteran saudaranya di Rusia.
“Saya tidak benar-benar memiliki masa kanak-kanak,” kata dia, tidak terdengar sentimentil sedikitpun. “Sekarang saya sedang menciptakan masa kanak-kanak itu sendiri. Saya ingin bersenang-senang.”
Keputusan untuk bergabung dengan tentara Israel disinyalir sebagai impuls dari masa kanak-kanak Hisham. Salah satu saudara iparnya suatu kali membawanya ke upacara IDF.
Ketika itu, Abu Varia suka sekali melihat para prajurit berdiri rapi dalam barisan, dan setelah melihat pameran tangki di Rahat, ia memutuskan ingin menjadi bagian dari Angkatan Pertahanan Israel. Dia waktu itu masih berusia 23 tahun dan bekerja sebagai seorang guru.
Hisyam juga terinspirasi oleh salah satu kakaknya—yang pertama dari keluarganya bergabung dengan tentara. “Dia adalah teladan bagi saya dan juga bagi banyak orang lain karena integritas dan keyakinan untuk melakukan apa yang dia rasa benar. Seorang pria pemberani tidak terpengaruhi oleh pendapat orang lain.”
Kakak Hisham meninggal karena serangan jantung yang mendadak tiga tahun lalu.
Di rumahnya, Hisham disambut oleh ayah dan salah satu saudaranya. Ibunya, seorang penderita diabetes yang masih berduka karena kehilangan putranya, turun dari tempat tidur untuk berjabat tangan dengan para wartawan Israel. Di sebuah dinding ruangan rumah terdapat gambar keluarga dan bordir buatan tangan yang menampilkan 99 nama Allah dengan huruf emas. []